Posted by Agus Ley-loor On 18.04 3 komentar


Naskah Drama Satu Babak

MEGA DUSTA

Karya : Agus Prasetiya

Pemeran :

Kakek

Nenek

Tukang Ojek (Imam Angkasa)

Prolog:

SANDIWARA BELUM DIMULAI DAN LAYAR PANGGUNG MASIH DITUTUP/ DARI LUAR PANGGUNG TERDENGAR SUARA GEMURUH DISERTAI SUARA HALILINTAR BERSAUTAN/ TERLIHAT SAMAR DIBALIK LAYAR YANG MASIH TERTUTUP KILATAN PETIR MENYAMBAR-NYAMBAR/ LAYAR PANGGUNG BERGERAK PELAN KADANG CEPAT DITERJANG ANGIN DARI DALAM PAGGUNG KEARAH PENONTON./ KILATAN PETIR ITU MENYAMBAR PUNGGUNG PENONTON DARI ARAH BELAKANG/ TERDEGAR SUARA LELAKI YANG MENGADUH DAN MERINTIH KESAKITAN SEPERTI ORANG DISIKSA/ SUARA ITU MAKIN KERAS / RAUANGAN KESAKITAN ITU DITIMPA BUNYI KERAS TIMPANI ..DANG-DUNG-DANG-DUNG MEMEKAKAN TELINGA/ DISUSUL KEMUDIAN SUARA ORANG MEMBACAKAN DO’A // :

ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA’AAFIHI WA’FU ANHU.

BERTEPATAN DEGAN AKHIR DO’A LAMPU PENONTON MENJADI TERANG BENDERANG UNTUK SESAAT KEMUDIAN MEREDUP MENJADI GELAP/

Adegan 1

LAYAR DIBUKA LAMPU PANGGUNG MERAMBAT MENJADI TERANG/ DI ATAS PANGGUNG NAMPAK DUA BUAH PINTU BERJAJAR DITEMPATKAN DIATAS TUMPUKAN TRAP YANG DIBUNGKUS DAKRON WARNA PUTIH SEOLAH PINTU ITU MELAYANG DI ATAS AWAN//

DI PANGGUNG BAGIAN DEPAN KANAN TERDAPAT SEBUAH KURSI PANJANG BERWARNA PUTIH SEOLAH MELAYANG DI ATAS TANAH/. SEORANG NENEK TAMPAK MONDAR-MANDIR WAJAHNYA GELISAH// TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA KERETA API YANG DATANG DARI JAUH (FADE IN KEMUDIAN FADE OUT)

001. Nenek : (Sambil melongokan wajahnya ia bicara sendiri) Mungkinkah dia

menepati janjinya? Yach...mudah-mudahan demikian...

Sampai saat ini aku masih percaya bahwa dialah lelaki yang setia, yang kutahu akulah istri syah satu-satunya di dunia ini. Dan bagiku dialah suami satu-satunya dalam hidupku.

Dia sangat mencintaiku, lima anak yang terlahir dari rahimku merupakan buah cintanya yang senantiasa melengkapi kebahagiaan keluargaku.

(Tersenyum)...Tak salah orang tuaku dahulu menerima dia sebagai menantunya. Lelaki gagah dan tampan yang selalu memanjakan keluarga. Apapun yang kuminta dan apapun permintaan anak-anakku selalu dia penuhi, apapun.!

Segala suatu yang kami inginkan semua terlaksana, segalanya...!

KEMBALI TERDENGAR SUARA MESIN KERETA API YANG DATANG DARI JAUH MENDEKAT DAN PERGI LAGI (FADE IN –FADE OUT)

(melongok lagi kearah suara kereta). Dia janji akan segera menyusulku... Tapi kenapa sampai kini dia belum juga datang.... Apakah dia lupa atau enggan untuk menemuiku..? Barangkali dia masih merasa malu denganku....atas peristiwa itu.....

(menerawang jauh) .... Saat itu kami sekeluarga sedang berkumpul untuk merayakan hari ulang tahun perkawinanku dengannya. Selain anak dan cucu kami, hadir pula beberapa tamu undangan yang terdiri para kolega, pejabat negara, para duta besar dari beberapa negara sahabat, para mentri kabinet pembantu suamiku. Aku anggap tamu-tamu yang hadir saat itu tidak begitu istimewa. Tetapi diantara sekian banyak tamu yang hadir dan benar-benar istimewa adalah... seorang perempuan muda yang bertubuh sintal berwajah cantik bersama seorang anak lelaki berusia sekitar 5 tahun yang digandengnya.

Aku tidak pernah merasa mengundang perempuan itu...

Entah atas undangan siapa dia datang di ulang tahun perkawinanku itu...

Belakangan kuketahui ternyata perempuan itu istri simpanan suamiku yang telah dinikahi tanpa sepengetahuanku, dan anak laki-laki kecil yang kini telah menjadi pejabat itu adalah anak suamiku.!..hu.hu.hu. (menangis tertahan).

Aku tak hanya malu pada para tamu yang hadir disitu, tapi aku malu pada diriku sendiri yang telah begitu percaya kepada suamiku bahwa dia tak akan pernah melakukan hal seperti itu.

Meskipun suamiku sudah minta maaf dan bersumpah akan menceraikan perempuan itu, aku tetap menuntut kepada suamiku untuk membuat peraturan bahwa semua pegawai pemerintah tidak dibenarkan untuk mempunyai istri yang syah lebih dari satu...hmm ( menghela nafas) Panasnya matahari semua mahluk merasakannya, tapi panasnya hati tak seorangpun dapat memahami, dan akan dibawa sampai mati .. Perempuan manapun tak akan mau jika diduakan. .. Tapi peraturan yang telah dibuat oleh suamiku itu bak bumerang yang berbalik jika dilempar.

Ternyata pepatah itu benar....”Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Hampir semua anak-anakku mewarisi ”bakat” bapaknya, tak ada yang benar dalam berumah tangga.

Inilah yang memaksaku untuk pergi meninggalkan suami dan keluargaku untuk selamanya.... Tapi sekarang aku bingung, harus kemana aku pergi...? Ketika aku akan pergi, dia sempat mengatakan akan segera menyusulku, tapi....

SUARA MESIN KERETA API ITU KEMBALI TERDENGAR JAUH MENDEKAT DAN BERHENTI.
NENEK BERDIRI DISUDUT BANGKU PANJANG MATANYA MENERAWANG JAUH..... KEMUDIAN...

002. Nenek : Apa mungkin dia tidak akan menyusulku?

Dia pasti menyusulku. Tapi... (ada keraguan) kalau dia benar-

benar tidak menyusulku, terus siapa yang akan menemaniku

pergi jauh, dan tak tahu akan kemana aku ini...

Bahkan dimana sekarang aku juga tidak tahu...

Aku benar-benar bingung...

Adegan 2.

ANGIN BERTIUP MENERPA WAJAH NENEK DAN MENYIBAKAN RAMBUT YANG SUDAH PUTIH ITU. DARI ARAH DATANGNYA ANGIN MUNCUL SEORANG KAKEK BERBONCENGAN SEPEDA TUA, SEPEDA ITU BARU BERHENTI SETELAH MELEWATI DI MANA NENEK BERDIRI.

003. Kakek : (kepada pengayuh sepeda).. Stop mas..stop mas.. saya turun

disini saja. (setelah turun dari boncengan sambil merogoh saku

celananya) Berapa mas?

004. Tkg Ojek : Maksud Simbah?

005. Kakek : Saya harus bayar berapa ongkos ngojek sepeda ini tadi ?

006. Tkg Ojek : Ooo...itu. Saya tidak pandang bulu Mbah, siapa saja yang ngojek

sepeda saya, tidak perduli itu pejabat atau rakyat, tidak akan

saya pungut biaya serupiahpun, alias gratis-tis!

007. Kakek : Mengapa demikian mas?

008. Tkg Ojek : Disini tidak dibutuhkan uang, tapi kejujuran abadi, dan yang

saya lakukan ini hanya karena saya ingin sedekah.

009. Kakek : Memangnya bisa mas, sedekah dengan ojek?

010. Tkg Ojek : Saya tidak tahu Mbah, tapi yang penting saya melakukan, sebab

semasa hidup saya tak pernah sedekah, nah dikesempatan ini

saya berusaha untuk beramal dan sedekah.

Permisi Mbah.. (Pergi hendak meninggalkan kakek)

011. Kakek : Eh tunggu dulu mas!

012. Tkg Ojek : Ada apa lagi Mbah?!

013. Kakek : Saya sekarang ini dimana? Tempatnya kok aneh?

014. Tkg Ojek : Taman Penantian!

Adegan 3

TIBA-TIBA TUKANG OJEK SEPEDA ITU BERUBAH MENJADI ASAP PUTIH DAN MENGILANG SEPERTI DALAM CERITA NINJA JEPANG BUSS!...

015. Kakek : Mas! Mas Ojek?! Sampeyan dimana? Mas!

(kepada Nenek) Eh..maaf mbah, bu, eh bude..eh.. jeng... Apa

panjenengan melihat tukang ojek yang nganter saya tadi..?

(Sambil berjalan di ujung bangku tempat nenek berdiri)

POSISI NENEK MASIH BEDIRI DI UJUNG BANGKU DENGAN PANDANGAN YANG TIDAK BEROBAH...

016. Nenek : Iya. Kenapa?

017. Kakek : Kemana dia menghilang?

018. Nenek : Bukan urusan saya.

019. Kakek : Memang bukan urusan ibu. Ah.! Masa bodoh dengan tukang

ojek! Yang penting saya sudah diantar sampai disini dengan

selamet dan gratis.

020. Nenek : Lebih baik begitu.

021. Kakek : Ya, saya pikir memang begitu lebih baik.

(Saling diam dan hening sesaat, kemudian...)

Maaf bu, eh nek, jeng, eh. Bagaimana saya harus memanggil

anda?

022. Nenek : Saya suka dengan yang anda sebut terakhir tadi.

023. Kakek : Jeng? Lengkapnya Diajeng?

024. Nenek : Ya. Saya suka dipanggil Diajeng.

025. Kakek : Mengapa demikian?

026. Nenek : Panggilan itu mengingatkan saya pada seorang lelaki yang gagah

dan tampan, dia sangat sayang padaku,..... dia suamiku.

027. Kakek : O..., Lantas sekarang dimana suami diajeng itu?

028. Nenek : Saya tidak tahu, tapi dia berjanji akan menyusulku. Begitu mbah,

eh pak, eh mas.. (jedah) Maaf. Kita belum saling kenal... Lantas

saya harus panggil apa kepada saudara?

029. Kakek : Saya suka disebut yang terakhir tadi. Mas, kangmas.

030. Nenek : Apakah panggilan itu juga mengingatkan Kangmas pada

seseorang yang kangmas cintai.?

031. Kakek : He’eh. Dia istri saya.

032. Nenek : O..., sekarang dimana istri kangmas.?

033. Kakek : Saya tidak tahu. Beberapa tahun yang lalu dia pergi

tanpa pesan sedikitpun padaku begitu saja dia pergi. Sehingga

kami sekeluarga merasa sangat kehilangan.

Tanpa dia saya tidak bisa apa-apa, dia bak pusaka bagi keluarga.

(sedih).... Emh.. maaf kalau saya terlalu romantis, tapi memang

demikian keadaannya.

034. Nenek : Oh, tidak masyalah. Saya sendiri senang dengan hal-hal yang

romantis kok. He.he. Suami saya orangnya juga sangat romantis,

Pernah suatu ketika saya minta dibelikan bunga untuk menghias

ruang makan, eh besuknya saya dibelikan taman bunga. Ketika

anak saya minta dibelikan TV, beberapa hari kemudian malah

dibelikan sekalian stasiunnya. Kemudian lagi anak saya yang

paling kecil kan laki-laki, dia merengek-rengek minta dibelikan

mobil, oleh suami saya yang romantis itu tidak hanya dibelikan

mobil saja, malah sekaligus Cirkuitnya. Benar-benar suami saya

itu orang paling romantis sedunia...

035. Kakek : Kalau saya boleh tahu, suami diajeng kerjanya sebagai apa?

036. Nenek : Dia tidak pernah bekerja.

037. Kakek : Lha kok?

038. Nenek : Yang bekerja para pembantunya.

039. Kakek : O...begitu. Seandainya saja saya seperti suami diajeng itu, pasti

saya tak akan pernah ditinggal pergi oleh istri saya. Tapi

memang lebih baik dia pergi. O ya, mengapa diajeng pergi

meninggalkan suami dan keluarga yang sangat harmonis itu?

040. Nenek : Saya terpaksa pergi karena merasa dikhiati suami. Tapi banyak

orang bilang saya dipaksa pergi oleh anak laki-laki saya.

041. Kakek : terus yang benar yang mana jeng?

042. Nenek : Keduanya benar.

043. Kakek : (Bicara tanpa pretensi) Benar-benar Musang berbulu Domba...

044. Nenek : Bagaimana kangmas...?

045. Kakek : Eh, tidak. Kalau boleh tahu, dari mana asal diajeng ini.?

046. Nenek : O iya. (Berpikir...) Saya... dari...mana ya.? Coba mas saya

ingat-ingat dulu.. eh.. Kalau Kangmas sendiri dari mana?

047. Kakek : Saya sendiri tidak ingat dari mana asal saya, tapi yang masih

bisa kuingat saya kesini diantar seluruh keluarga sampai di

terminal kereta, selanjutnya saya meneruskan perjalanan dengan

naik ojek sepeda tadi...

048. Nenek : Terus sebenarnya Kangmas ini mau kemana?

049. Kakek : Saya kesini karena ada undangan yang harus saya hadiri

(merogoh saku celana ).. Dimana ya undangan saya tadi, kok

disaku tidak ada, jangan-jangan diambil tukang ojek tadi ya....

Tapi buat apa dia? Terus dimana ya... (mencari kesaku yang

lain tapi tidak ketemu) Wach... dimana ya... Ya, pasti tukang

ojek tadi, saya yaqin!

050. Nenek : Jangan sembarangan menuduh orang...tidak baik.Sejak tadi saya

perhatikan, Kangmas ini mirip dengan suami saya lho,

suka menyelesaikan persoalan dengan cara

mengkambing-hitamkan orang lain, he.he.he.

051. Kakek : Maaf jeng, hanya untuk memudahkan persoalan saja.

Ngomong-ngomong Diajeng mau kemana?

052. Nenek : Tidak tahu. Saya disini sedang menunggu suami saya yang

katanya akan menyusul. Tapi sampai sekarang belum juga

datang... entahlah.

053. . Kakek : Kalau begitu saya beruntung bisa bertemu diajeng disini, jadi

ada teman untuk bicara. He,he,he. ..

054. Nenek : Kalau saja undangan itu masih ada ditangan saya, mungkin kita

Tidak akan pernah bertemu, karena saya pasti sudah sampai ke

alamat yang mengundang saya mas.

055. Kakek : Maksudnya?

056. Nenek : Undangan saya telah hilang entah dimana.

057. Kakek : Nah benar kan?! Pasti undangan diajeng juga dicuri oleh

tukang ojek sepeda tadi.

058. Nenek : Tukang ojek sepeda yang mana sich Kangmas ini?! Berhari-

hari, berminggu-minggu, berbulan, dan bahkan bertahun-tahun

saya disini belum pernah melihat yang namanya tukang ojek,

Kangmas bisa melihat sendiri, apa mungkin tempat seperti ini

bisa dilewati ojek, sepeda lagi.?!

059. Kakek : Apa diajeng tadi tidak melihat saya datang kesini diantar

tukang ojek sepeda?

060. Nenek : Saya hanya melihat Kangmas.

061. Kakek : Ojek sepeda?!

062. Nenek : Tidak.

KAKEK NAMPAK KEBINGUNGAN JALAN KESANA-KEMARI TIDAK JELAS. SEMENTARA NENEK TETAP DIAM DITEMPAT.

063. Kakek : Dimana saya ini sebenarnya...? Apakah diajeng tahu, dimana

kita sekarang berada?

064. Nenek : Itulah sebagian yang selalu menjadi pertanyaan saya Kangmas.

065. Kakek : Jadi kita sama-sama tidak mengetahui dimana kita sekarang?

066. Nenek : Yang ku tahu kita sekarang sedang kebingungan mencari alamat

mungkin kesalahan kita sama kangmas.

067. Kakek : Kesalahan apa?

068. Nenek : Kita hanya selalu Mencari bukan sebagai Pencari.

069. Kakek : Saya tidak paham jeng...

070. Nenek : Kita tidak pernah dapat memahami Kangmas. ( P a u s e.... )

071. Kakek : Apa yang yang kita lakukan sekarang Diajeng.

PADA SAAT KAKEK DAN NENEK INI KEBINGUNGAN, TIBA-TIBA MUNCUL TUKANG OJEK SEPEDA.

Adegan 4

072.Kakek : Hei mas ojek! Kebetulan sekali ini mas. (sambil menarik sepeda

dari belakang) Stop mas, stop dulu...

073. Tkg Ojek : (sepedanya oleng) Eit…eit..eit.. ada apa ini mbah..?!

074. Kakek : Berhenti dulu mas, saya mau Tanya.

075. Tkg Ojek : (turun dari sepeda) Hallah..! Cuma mau nanya saja kok

nggondeli sepeda, untung saya tidak jatuh . Tanya apa sih?

076. Kakek : Ketika saya naik ojek sampeyan, saya kehilangan

Undangan. Pasti mas ojek yang ngambilnya? Sebab dalam

Perjalanan, saya tidak pernah bertemu siapapun selain mas

ojek. Nah, diajeng ini (menunjuk Nenek) juga kehilangan

undangannya ketika mas ojek lewat jalan ini. Jadi kesimpulan

saya sementara pasti mas ojek yang telah mengambilnya.!

077. Tkg Ojek : Hajindul ki! Mana mungkin saya bisa mengambil barang kalau

kedua tangan saya memegang stang sepeda ini Mbah?

078. Kakek : Buktinya mas ojek keburu-buru meninggalkan kami dan tak

mau dibayar ongkos ojeknya?

079. Tkg Ojek : Kan sudah saya katakan, saya tidak mau menerima upah

serupiahpun dari siapapun , karenapun niat saya sedekah.!

080. Kakek : Tolonglah mas...please.. kembalikan undangan saya, sebab itu

satu-satunya harta yang saya miliki dalam perjalanan ini.

NENEK YANG SEJAK TADI HANYA DIAM , KINI IKUT BICARA..

081. Nenek : Benar mas. Jika mas tahu dimana undangan itu tolong

kembalikan kepada kami.

082. Kakek : (Kaget).. Diajeng bisa melihat tukang ojek ini?!

083. Nenek : Kenapa tidak, saya punya mata. Sejak kedatangan kangmas

dengan memboncengnya saya melihatnya.

084. Kakek : Jadi diajeng telah membohongi saya dengan pura-pura tidak

Melihat ketika saya tanya soal kepergian tukang ojek tadi?

085. Nenek : Sebenarnya saya malas untuk bicara dengan orang yang belum

saya kenal seperti kangmas, tapi karena saya butuh teman dalam

perjalanan, maka saya mau diajak bicara agar kangmas mau

menemani saya disini, di Taman Penantian ini.

086. Kakek : Taman Penantian? Apa yang dinanti, dan siapa yang menanti?

087. Tkg Ojek : Bagi orang yang ketika masih hidup penuh dengan kedustaan,

rakus, tamak, tidak tahu malu. Orang itu tak akan bisa mengerti

apa itu Taman Penantian.

088. Kakek : ”Ketika masih hidup?” Apa sekarang saya sudah mati?!

089. Tkg Ojek : Simbah ini sudah mati ketika belum mati! Mati rasa mati hati

sehingga simbah menjadi rakus dan tamak seperti babi!

090. Kakek : Hai mas ojek.! Sampeyan ini siapa sebenarnya? Berani

mengatakan saya seperti babi?

091. Tkg Ojek : Saya tukang ojek yang telah mencuri surat undangan simbah

berdua. Sekarang saya kembalikan. Nih!

SETELAH MENYERAHKAN SECARIK KERTAS PADA DUA SIMBAH, TUKANG OJEK ITU HILANG DIBAWA KABUT TEBAL KE ANGKASA. KEMBALI KAKEK BERUSAHA MENGEJARNYA BERSAMA NENEK TAPI TUKANG OJEK ITU KEBURU MENGHILANG.....KAKEK DAN NENEK ITU TETAP BERUSAHA MENGEJARNYA SAMBIL MENERIAKI TUKANG OJEK ITU HINGGA JAUH KELUAR PANGGUNG MENUJU ARAH KIRI.. LAMPU PANGGUNG MEREDUP PELAN DAN KEMUDIAN GELAP SAMA SEKALI SEOLAH KAKEK DAN NENEK JUGA HILANG DITELAN GELAP.

Adegan 5

092. Kakek : (OS) Mas...mas Ojek..tunggu saya...

093. Nenek : (OS) Kangmas... tunggu saya....

SECARA PELAN LAMPU PANGGUNG SEMAKIN TERANG, TERANG, DAN TERANG SEKALI. KAKEK DAN NENEK MASUK DARI ARAH KANAN. NAFASNYA NGOS-NGOSAN. MENUJU TEMPAT SEMULA DEKAT BANGKU PANJANG.YANG BELUM BERUBAH SAMA SEKALI.

094. Nenek : Kangmas... tunggu saya, jangan cepat-cepat jalannya..uf..uf..uuf..

095. Kakek : Saya sudah berhenti sejak tadi...hust..hust..houst....

Nafasku..nafasku..oh...

096. Nenek : Uf..uf.. Sepertinya kita sudah jauh sekali mengejar Si Ojek itu ..

tapi mengapa kita sampai disini lagi kangmas ...ufs..

097.Kakek : Aku sendiri tidak tahu, mengapa bisa begini.. Sebaiknya kita

terus jalan saja Jeng, siapa tahu kita bisa bertemu dengan orang

yang bisa menolong kita...

098. Nenek : Terserah Kangmas.. aku ikut saja, tapi jalannya pelan-pelan saja,

ya Kangmas... kaki saya tidak dapat dipakai untuk berjalan

cepat.... ufs...ufsh..

099. Kakek : Iyalah Jeng .. ayo kita telusuri jalan ini pelan-pelan...

KAKEK DAN NENEK JALAN DITEMPAT DENGAN GERAKAN PANTOMIME. SETTING BANGKU PANJANG BERJALAN PELAN BERLAWANAN ARAH (DENGAN TEKNIK DITARIK DARI DALAM PANGGUNG/TRIK) SEOLAH KAKEK DAN NENEK MEMANG BERJALAN MENINGGALKAN TEMPAT. BANGKU BERJALAN KELUAR KEARAH KANAN DAN MASUK LAGI DARI ARAH KIRI. HAL INI BERLANGSUNG SEKALI PUTARAN. SAMBIL DIALOG KAKEK DAN NENEK TERUS BERJALAN PELAN-PELAN.

100. Nenek : Sepertinya kita tidak akan menemukan siapapun Kangmas.

101. Kakek : Mengapa diajeng bicara demikian?

102. Nenek : sudah sekian jauh perjalanan kita... tapi lihat... sepertinya jalan

ini sudah lebih dua kali kita lewati..?

103. Kakek : Apa benar demikian diajeng..?

104. Nenek : Coba kita berhenti sebentar Kangmas.

MEREKA BERDUA MENGHENTIKAN JALANNYA TEPAT DIDEPAN BANGKU PANJANG YANG TADI JUGA. DAN KAKEKPUN TERPERANJAT..KAGET, KAGET, DAN KAGET.

105. Kakek : Mengapa bisa begini diajeng?!

106. Nenek : Saya tidak paham Kangmas.

107. Kakek : Kita memang tidak pernah paham. Apa benar kata tukang ojek itu ya? Dia bilang kita ini bukan lagi sebagai manusia.... terus kita ini apa diajeng..? Dan sedang apa dan dimana kita ini.? (Ingat sesuatu) Coba kita lihat alamat dalam undangan itu diajeng...?

108. Nenek : Iya ya? Kenapa tidak dari tadi kita lihat alamat pada undangan.

KAKEK MEMBOLAK-MBALIK KERTAS UNDANGAN TAPI TIDAK MENEMUKAN YANG DICARI.... DALAM UNDANGAN ITU TERTULIS...

109. Kakek : ” Jika kamu telah sampai Taman Penantian di Padang

kejujuran, Ku jemput untuk yang kedua menuju kedamaian abadi.”

Apa artinya kalimat ini Jeng?

110. Nenek : Artinya kita tak akan lagi menemui yang Fana.

111. Kakek : Arti yang lain?

112. Nenek : Kita telah sampai di perjalanan terakhir yang belum berakhir Kangmas...

113. Kakek : Mengapa belum berakhir Jeng? Bukankah semua jalan yang ada sudah kita lalui, dan kita selalu kembali disini, ditempat ini lagi. Saya jadi berpikir, apa benar kita ini berada di kehidupan kedua? Artinya kita pernah dikehidupan pertama. Terus dimana?

DALAM KEBINGUNGAN ITU, TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA DIANGKASA, SUARA YANG SANGAT BERWIBAWA.

Adegan 6

114. Imam : (OS) .. Kalian tidak akan pernah sampai pada tujuan, karena bekal kalian belum cukup untuk sampai kepadaNya, yang kalian tuju.

115. Nenek : Kangmas, itu suara siapa?

116. Kakek : Mene ke tehek, ku juga lagi nyari dari mana datangnya suara itu..

117. Nenek : Kedengarannya dari balik pintu di atas itu ...?

118. Imam : (OS) Kalian tidak akan pernah sampai tujuan. Terlalu banyak

dosa menempel dihati kalian. Bersyukurl;ah kalian bisa

sampai di Taman Penantian ini. Tapi jangan berharap akan

sampai ke tujuanmu....

119. Kakek : (Dengan Gemetar)... Siapa kamu? Kenapa tak kau perlihatkan

dirimu? Keluarlah..!

120. Nenek : (takut)... Kangmas itu suara siapa ? Suruh dia keluar.

121. Kakek : Hai yang dimana...! Keluarlah..!

122. Nenek : Kangmas, Teriaknya hai yang disana, gitu. Bukan dimana.

123. Kakek : Itu kalau jelas kelihatan tempatnya, ini kan Cuma suara doank,

jadi ya dimana gitu.

124. Nenek : Oh... (mengangguk)

125. Kakek : Ayo kita cari dia.! (kembali berteriak) Hai yang..

126.Imam : Tidak usah berteriak keras-keras. Aku disini!

127. Kak-Nen : Dimana kamu?! Jangan sembunyikan dirimu!

128. Imam : Disini! Dibelakang kalian! Dasar pikun!

KAKEK DAN NENEK BERBALIK KEBELAKANG DAN MELIHAT SESOSOK MANUSIA BERPAKAIAN ”ANEH” BERDIRI TEGAK DIATAS DI DEPAN PINTU. DIA ADALAH TUKANG OJEK SEPEDA TADI.

129. Kakek : Lho...? Kok tadi tidak kelihatan?!

130. Imam : Bagaimana bisa terlihat? Kalau aku dibelakang dan kalian di

depan? Ana-ana wae.

131. Kakek : (ketakutan) Lalu, tuan ini siapa?

132. Imam : Akulah Imam Angkasa, Imam dari segala Imam.

133. Kak-Nen : Apa masih ada hubungan saudara dengan Imam Samudra?

134. Imam : Hanya saudara se-iman, bukan sedarah.

135. Kak-Nen : Oh....?

136. Kakek : Saya mengaguminya...

137. Imam : Itu urusanmu.!

Urusanku adalah, mengurusi siapa saja yang datang ketempat ini

tanpa memiliki surat keterangan yang jelas.

138. Kakek : Saya jelas kok Tuan...

139. Nenek : Kami di tempat ini hanya kebetulan saja tuan. Kami sedang

Kebingungan mencari alamat.

140. Imam : Alamat siapa.?

141. Nenek : Tidak tahu. Kan sudah kami katakan tadi, kalau kami sedang

kebingungan?

142. Imam : O iya, maaf. Tetapi jika kalian tidak memiliki secuil surat atau

tanda pengenal kalian akan menerima sangsinya, karena telah

berani berada ditempat ini.

143. Kakek : Tapi saya membawa surat undangan yang menyebabkan saya

sampai ditempat ini tuan..

144. Imam : Siapa yang telah mengundangmu?

145. Kakek : Saya tidak tahu tuan, kan saya sedang kebingungan.?

146. Imam : Boleh saya lihat undangannya?

147. Kakek : Silahkan. (Memberikan Kertas pada Imam)

148. Imam : (Setelah mengamati kertas)... Ini undangan dari Sang Maha.

149. Kak-Nen : Siapa Sang Maha itu tuan?

150. Imam : Kalian pasti tidak akan tahu, sebab kalian sedang kebingungan,

ya kan?

151. Kak-Nen : Benar tuan.

152. Imam : Kalian tidak akan pernah tahu siapa Sang Maha, sebelum kalian

megetahui siapa kalian ini, dari mana asal kalian , dan kemana

tujuan kalian. Oke?

153. Kak-Nen : Oke tuan.

154. Kakek : Tapi sebenarnya kami ini siapa tuan ?

155. Imam : Ketika itu Sang Maha membentuk manusia dari debu tanah dan

kemudian menghembuskan nafas kehidupan ke dalam

hidungnya, demikianlah kemudian menjadi mahluk yang hidup.

Itulah kalian.

Selanjutanya kalian adalah burung ditaman Sang Maha, kalian

bukan milik dunia yang berdebu. Sehari dua hari kalian dikurung dalam sangkar tubuh.

Kalian tidak datang bukan atas kehendak kalian sendiri, dan

ketika kalian kembalipun bukan karena kehendak kalian sendiri.

156. Kakek : Konkritnya tuan?

157. Imam : Kalian adalah roch yang tersesat, karena semasa hidup

kalian telah menuruti nafsu dunia fana yang membutakan

ke-Esa-an, kalian telah menjauh dari Sang Maha untuk mencari kesia-siaan di alam fana, dunia manusia, dan membiarkan nafsumu menguasai pikiranmu. Ditambah kelalaian ahli warismu yang tidak menyapu halaman ketika jenazahmu diberangkatkan ke pemakaman, sehingga membuat kalian kebingungan di Taman Penantian ini.

158. Kakek : Oh.?! ( kepada Nenek) Jadi kita berdua ini sudah bukan lagi

manusia? Terus apa yang kami nantikan di taman ini?

169. Nenek : Dan siapa yang menanti kami tuan.?

170. Imam : Yang kalian nantikan adalah ”pengadilan”, dan yang menanti kalian adalah ”kebebasan”.

171. Kakek : Kalau begitu lekas adili kami biar kami cepat bebas tuan.

!72. Imam : Memangnya kalau sudah diadili terus bisa bebas, begitu?

173. Kakek : Di pengadilan manusia begitu, dan transaksi jual beli perkara itu biasa tuan.

174. Imam : Tidak semudah itu. Cos, pengadilan disini tidak seperti pengadilan manusia, ada hakim ada jaksa ada penuntut ada panetera adapula pengacara. Huh..! terlalu banyak biaya dan penuh rekayasa!

Disini, di pengadilan ini, jangan coba-coba. Tidak ada kata ampun bagi yang berani berdusta. Paham?

175. Kakek : Ada yang belum saya pahami tuan.

176. Imam : Bagian yang mana yang belum dipahami?

177. Kak-Nen : Siapa Hakim yang akan mengadili saya?

178. Imam : Hakim di Taman Penantian ini, adalah saya. Dan tugas saya

hanya menginterogasi saja. Sedangkan yang

memutuskan soal ganjaran, adalah Sang Maha yang bertahta di balik pintu sana. (menunjuk pintu).

Nah, apakah bisa dimulai ?

179. Kak-Nen : Silahkan tuan.

180. Imam : Siapa yang terlebih dulu saya interogasi?

181. Kak-Nen : S a y a !

182. Imam : Naluri manusia! Selalu berebut, rakus, tamak pengumbar nafsu!

dan tak punya malu. Egois!

183. Kak-Nen : (Saling salah menyalahkan)..... etc.etc.ect....

184. Imam : Baik. Pertanyaan ini saya tujukan kepada nenek terlebih dahulu.

Apakah Nenek akan menerima dengan iklas apapun keputusan

dari Sang Maha ?

185. Nenek : Dengan segala ke-iklas-an akan saya terima apapun

putusanNya. Sebab saya sudah bosan di Taman Penantian ini.

Apalagi suami saya tak pernah datang menyusul saya,

saya putus asa.

186. Imam : Benarkah suami nenek telah mengkhianati janji, dan dia tak pernah datang menyusul kemari?

187. Nenek : Benar, dan saya yakin dia tidak dan tak akan pernah menepati janjinya. Buktinya sampai saat ini dia tak ada disini.

188. Imam : Saya ikut prihatin Nek...

189. Nenek : Terimakasih tuan.

190. Imam : Tidak ada lagi pertanyaan untuk nenek. Silahkan Nenek menuju pintu itu melewati Jembatan ini.

KEMUDIAN NENEK BERJALAN MENUJU PINTU YANG BERADA DI ATAS SEOLAH BERJALAN MELEWATI JEMBATAN KECIL, DIA NAMPAK SANGAT HATI-HATI. (DENGAN GERAKAN PANTOMIME). DAN AKHIRNYA NENEK SAMPAI KE PINTU ITU, PINTUPUN TERBUKA DAN KELUAR ASAP SEOLAH MENELAN NENEK SEHINGGA NENEK LENYAP DARI PANDANGAN. KAKEK KEHERANAN.

Adegan 7

191. Kakek : Lhoh Jeng.. tunggu saya. Jangan pergi sendiri. Loh.. Kemana dia tuan?

192. Imam : Dia segera menemui Sang Maha. Dan kini giliranmu untuk menjawab pertanyaanku.

193. Kakek : Baik, tapi jangan terlalu sulit, kalau bisa pertanyaannya disertai jawaban pilihan. A atau B, begitu.

194. Imam : Disini tidak ada lagi tawar-menawar. Dalam kehidupan pertama banyak sudah yang ditawarkan dan kamu sudah memilih tawaran itu.

195. Kakek : Saya tidak pernah menawar tuan. ?

196. Imam : Apa? Tidak pernah menawar? Bahkan ketika malaikat utusan Sang Maha akan mengambil nyawamupun, kamu masih juga menawar dengan memasang alat-alat diseluruh badanmu agar jantungmu tetap bisa memompa aliran darah dalam tubuh wadagmu. Kalau kamu mau mengakui itu dengan sisa kejujuranmu, saat itu kamu adalah raga manusia tanpa nyawa yang seolah masih mampu melihat dunia.

197. Kakek : Itu saya tidak menawar tuan.

198. Imam : Lantas apa?

199. Kakek : Ikhtiar Tuan.

200. Imam : Sudah. Saya tidak akan diskusikan soal tawar-menawar dan ikhtiar. Sekarang Jawab pertanyaanku, dan jawabanmu cukup Ya atau Tidak, Tahu dan Tidak Tahu, Benar dan Tidak Benar. Pertanyaannya :

Satu.: Sebagai pejabat nomor satu waktu itu, kamu hanya mementingkan diri sendiri serta keluargamu saja.. Dua.: Kau halalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan dan demi mempertahankan kedudukanmu sebagai yang selalu nomor satu. Tiga: Untuk meraih jabatan dan kedudukan kamu tega menghianati saudara, teman, dan bahkan rakyatmu sendiri. Betul?

201. Kakek : Saya lupa.

202. Imam : Itu adalah jawaban model pengacara dari negara dunia ketiga.

Jawabanmu tidak ada dalam pilihan jawaban yang disediakan.

203. Kakek : Saya benar-benar lupa Tuan,.jadi saya harus menjawab apa ?

204, Imam : Kalau begitu saya akan membantu kamu untuk mengingat

kembali saat kamu masih menjadi manusia. Ketika kamu masih

hidup sebagai manusia dan mempunyai kekuasaan nomor satu di

negerimu, segala yang kamu lakukan bukan atas kehendakmu,

kamu alat bagi istrimu. Kamu termasuk dalam gologan suani-

suami takut istri. Dan akibatnya kamu menghalalkan segala cara

untuk dapat membahagiakan istri dan anak-anakmu. Betul?

205. Kakek : Itu saya lupa.

206. Imam : Kamu takut-takuti rakyatmu dengan undang-undang yang kamu

buat bersama antek-antekmu demi untuk mewujudkan

ambisimu. Betul?

207. Kakek : Saya lupa-lupa ingat tuan.

208. Imam : Coba diingat - ingat supaya kamu tidak lupa.

Bukankah tujuanmu kemari untuk menyusul istrimu? Seperti yang pernah kamu janjikan padanya?

209. Kakek : Semakin saya ingat, semakin saya lupa.

210. Imam : Jadi selama kamu dipercaya hidup oleh Sang Maha, apa yang

telah kamu kerjakan?

211. Kakek : Selama hampir tujuh puluh tahun saya hanya duduk

memperhatikan hati saya. Kemudian selama sepuluh tahun hati

saya menjaga diri saya. Sampai usia saya terakhir saya tidak tahu

tentang hati saya, dan hati saya tidak tahu apapun tentang saya...

Karena terlalu banyak duduk maka mata dan hati saya tak dapat

mengenali lagi siapa-siapa. Saya jadi bingung, siapa yang saya

nanti dan menantikan saya disini.

212. Imam : Sekarang kamu mulai bisa mengingat apa yang telah kamu

lupakan. bahwa kamu pernah punya hati, dus... artinya

kamu pernah menjadi manusia. Betul

213. Kakek : Be.beb.bnar tuan.

214. Imam : Mengapa jawabanmu kali ini benar?

215. Kakek : Saya sesuaikan dengan jawaban yang telah disediakan tuan,

disana tidak ada kata ”betul” yang ada kata ”benar” tuan.

PINTU DIATAS ITU TERBUKA MENGELUARKAN ASAP DAN TERDENGAR SUARA NENEK BERTERIAK-TERIAK MINTA TOLONG PEDIH DAN MEMELAS

Adegan 8

216. Nenek : (OS) Kangmaaaas..... apa kamu masih disanaaa....?

SEOLAH JARAK MEREKA JAUH SEKALI SEHINGGA KAKEKPUN HARUS BERTERIAK

PULA.....

217. Kakek : Diajeeeeng..... itukah kamuuu.....mu..mu..mu..(echo)

218. Nenek : (OS) Benar kangmaaasss..Tolong aku kangmaaasss....mas..mas..

219. Kakek : Bagaimana cara aku menolongmu diajeeeng.....(echo)

220. Nenek : Mintalah tolong kepada tuan Imam jika beliau masih disitu..

221. Kakek : Baiklah.... (berteriak!) Tuan Imaaam....!

IMAM ANGKASA YANG SEJAK TADI BERDIRI DIDEKAT KAKEK KAGET DENGAN TERIAKAN ITU, SEMENTARA DARI KEJAUHAN SUARA NENEK TERUS TERDENGAR BERTERIAK MINTA TOLONG.

222. Imam : Hai ! Bengak bengok! Pelan sedikit kenapa sih?

223. Kakek : Eh.. Maaf tuan Imam saya ketonto. Tuan , bisakah tuan

menolong dia.? Atau berikan petunjuk kepada saya, apa yang

harus saya lakukan untuk menolongnya?

224. Imam : Disini tak ada petunjuk. Kata petunjuk hanya milik para penjilat

dan saya bukan tipe yang kamu harap. Disini tak ada kata

menolong, ditolong, ataupun tolong-menolong.

225. Kakek : Waduh..!? Kok ya tidak ada Pramuka lewat to ya..? Terus

bagaimana dengan diajeng disana itu tuan? kasihan tuan..

226. Imam : Rupanya nuranimu masih tersisa dihatimu.

227. Kakek : Saya ikut Hanura tuan.

228. Imam : Tapi sayang, kalian sudah terlambat. Kalau kamu mampu

tolonglah wanita itu.

229. Kakek : Kalau saya tidak mampu?

230. Imam : Tinggal satu harapan yang dapat menolong kalian.

231. Kakek : Katakan tuan, katakan. (dengan antusias)

232. Imam : Tiga hal dalam satu harapan yakni : Satu, Ilmu yang diamalkan,

Dua, Amal jariah, dan Tiga, Do’a anak sholeh.

233. Kakek : Kalau hanya salah satu saja tuan?

234. Imam : Tidak ada tawar-menawar, itu sudah paket dari sana.

Selamat tinggal, tugasku sudah selesai.

DAN IMAM ANGKASA ITU LENYAP BEGITU SAJA. TINGGAL KAKEK SEORANG DIRI DALAM KEBINGUNGAN.

Adegan 9

235. Kakek : Tuan?! (kehilangan)..

(berteriak) Diajeeeeng....! Apa kau masih disanaaaa,,,,?

236. Nenek : (OS) Masih kangmaaas...

237. Kakek : Akan ku coba meniti jembatan ini untuk menolongmu...

KAKEK SEOLAH SEDANG MENITI JEMBATAN YANG SANGAT KECIL DAN BERBAHAYA (IMAJINER SAJA DENGAN GERAKAN PANTOMIME) DARI JAUH NENEK MENERIAKI MEMBERI SEMANGAT PADA KAKEK..

238. Nenek : Hati-hati kangmas...

239. Kakek : I’iiyaa...

240. Nenek : Ayo kangmas.... Kamu bisaaa... (menjerit) Kangmaaaaas..!

TIBA-TIBA JEMBATAN ITU PUTUS DAN KAKEK BERGELAYUTAN DI UJUNG JEMBATAN ITU DAN BERUSAHA SEKUAT TENAGA AGAR TIDAK TERJATUH DAN BERHASIL. KAKEK MENCOBA MEMBUKA PINTU NAMUN TAK BERHASIL DAN NENEK TETAP BERADA DI DALAM PINTU SEMENTARA KAKEK DILUAR PINTU.

241. Nenek : (OS) Sekarang apa yang akan kita lakukan kangmas? Pintu ini

tak bisa dibuka, Kita tak bisa bertemu dan kangmas tak bisa

menolong saya....

242. Kakek : Bersama kita bisa diajeng.! Kata tuan Imam tadi.. kita masih ada

harapan kalau kita punya tiga hal dalam satu paket. Ilmu yang

diamalkan, Amal jariah, dan Do’a anak Soleh...

243. Nenek : Tapi apakah kita punya anak soleh kangmas..?

144. Kakek : Itu juga yang jadi pertanyaanku diajeng....

Epilog

SAYUP-SAYUP TERDENGAR SUARA ORANG BERDZIKIR DAN BERTAHLIL. SEMAKIN KERAS SUARA DZIKIR DAN TAHLIL, LAMPU PANGGUNGPUN SEMAKIN REDUP DAN SEMAKIN GELAP,GELAP, DAN GELAP. AKHIRNYA CERITA INIPUN SELESAI

----- @ ----

Sa’at Adzan subuh berkumandang 03.54

Bandung Suwuk 11 November 2008

Catatan : Naskah Mega Dusta ini hasil penelitian yang di danai DIPA melalui Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia Yogyakarta tahun 2008.

Categories: