Posted by Agus Ley-loor On 03.52 0 komentar


Drama Sebabak

JAKARTA 1998

Karya : Agus ley-loor

Pelaku :

1. Pak De Jumingan laki-laki usia 60 tahun……. : Mantan pasukan Seroja

2. Mutiyah gadis usia 17 tahun ………………….. : Anak pak De

3. Mak Kuat Janda usia 55 tahun………………. : Pengumpul barang bekas.

  1. Pungkas anak mak Kuat usia 18 tahun ……….. : Pelajar SMU
  2. Bendot pemuda usia 21 tahun ……………… : Pengamen Jalanan
  3. Mahasiswa reformis I
  4. Mahasiswa Reformis II

SUASANA PAGI HARI PADA SEBUAH PERKAMPUNGAN MISKIN DI PINGGIRAN IBU KOTA JAKARTA 1998.

DI SEBELAH KANAN PANGGUNG BERDIRI RUMAH SEDERHANA NAMUN BERSIH MILIK PAK DE JUMINGAN, SEDANG DI SEBELAH KIRI RUMAH SANGAT SEDERHANA MILIK MAK KUAT DAN DI SEKITAR RUMAH ITU BANYAK TUMPUKAN BARANG BEKAS DAN SEPEDA BUTUT MILIK PUNGKAS.

KETIKA LAYAR DIBUKA NAMPAK PAK-DE SEDANG BERUSAHA MENGHIDUPKAN MESIN MOTORNYA YANG SEJAK TADI TIDAK BISA HIDUP. SEMENTARA DISEBELAH KIRI PANGGUNG PUNGKAS SEDANG MEMBANTU EMAKNYA MENATA BARANG-BARANG BEKAS…

(O.S.) DARI JAUH TERDENGAR SAYUP-SAYUP SAMPAI LAGU MAJU TAK GENTAR CIPTAAN C. SIMANJUNTAK YANG DINYANYIKAN OLEH BERIBU-RIBU MANUSIA.

01. Pak- De : ( Sambil dengan kesibukanya masing-masing )

Kalau saya mendengar lagu Maju Tak Gentar seperti tadi Le,

hemm…..Rasanya menggelegak darah dalam dadaku.

02. Pungkas : Kenapa De?

03. Pak- De : Betapa tidak. Waktu itu aku bersama teman-teman satu pleton

sedang berjalan menuju sebuah desa pegunungan di Timor-timur

bagian selatan. Daerah itu penuh dengan tumbuhan liar dan semak

belukar. Setiap kali kami melalui jalan setapak yang sering kami

lewati, bulu kuduk kami selalu berdiri. Kamu tahu le?

04. Pungkas : Tidak.

05. Pak-De : Tak kasih tahu ya, waktu itu malam jumat kliwon hujan rintik-

rintik. Kalau cuma binatang buas atau binatang berbisa, kami

sudah biasa menjumpai dan itu tak berarti bagi kami.

06. Pungkas : Kalau Jin, hantu atau roch halus, bagaimana De?

07. Pak-De : Kami orang- orang beriman yang tidak percaya dengan tahayul.

08. Pungkas : Lalu kenapa bulu kuduk Pak-De dan teman-teman berdiri kalau

tidak takut semuanya?

09. Pak-De : Yang kami takutkan adalah ranjau milik musuh dan musuh kami

yang sangat lihai. Sering secara tiba-tiba mereka muncul,

kemudian menembaki Kalau tidak waspada, nyawa taruhannya.

Nah. Untuk memberikan motivasi dan semangat pasukanku, kami

biasanya menyanyikan lagu itu.

10. Pungkas : O… begitu to ceritanya. Kalau Pak-De takut sama musuh, kenapa

dulu Pak-De mau ditugaskan disana? Mending dirumah saja

kumpul sama anak istri dan tidak kawatir kena ranjau musuh.

11. Mak Kuat : Kalau dirumah takut ranjaunya mbok-de Le.

12. Pungkas : Emangnya mbok-de punya ranjau?

13. Pak-De : Emakmu itu ada-ada saja. Itulah Le, resiko jadi prajurit. Terikat

oleh sumpah prajurit, apa yang diperintahkan oleh atasan prajurit

harus siap melaksanakan.

14. Pungkas : Kalau perintahnya harus menembak orang, Apakah Pak-De juga

akan laksanankan?

15. Pak-De : Temtu Le.

16. Pungkas : Pak- De enggak takut dosa?

17. Pak-De : Ech…anu.. Le….?

18. Mak- Kuat : (setelah melihat Pak-De sejenak) Ayo to Le cepet selesaikan

pekerjaannya, nanti keburu siang kamu berangkat sekolah.

Ngomong sama Pak-Demu itu nggak selesai-selesai.

19. Pak-De : Iya Le. Aku tak mbetulin motor dulu.

BENDOT MUNCUL MEMBAWA GUITAR SAMBIL MENYANYIKAN LAGU MAJU TAK GENTAR PAK-DE GRAGAPAN DAN MENGUMPAT

20. Bendot : Gimana Pak-De. Lagunya bisa memberi semangat nggak?

21. Pak-De : Itu bukan memberi semangat tapi ngagetin! Jangan diulangi ya!

22. Bendot : wah… kalau diulangi ya nggo-pek Pak-De.

23. Pak-De : Nggo-pek palelu.

BENDOT AKAN BERLALU DARI TEMPAT ITU

24. Bendot : Mari Pak-De, saya berangkat tugas duluan.

25. Pak- De : Kayak pegawai saja pakai tugas segala. Terus kantormu itu

dimana Ndot- Bendot?!

26. Bendot : Lho..? Di Cross Road - Red Lamp Courporation gitu kok…?

27. Pak- De : Cross Road – Red Lamp itu kantor apa?

28. Bendot : Perempatan lampu merah.! Wach.. Pak-De ini nggak gaul.

29. Pak-De : Oalah…Ndot, minggat sana!

30. Bendot : Okey… Excuse me Big Father…

BENDOT BERJALAN KEARAH KIRI PANGGUNG DAN PAK-DE MASUK RUMAH

31. Mak Kuat : Kok tumben Ndot. Hari masih begini pagi kamu sudah berangkat

tugas. Biasanya habis adzan dluhur kamu baru lewat.

32. Bendot : Iya Mak. Buat ngejar setoran.

33. Mak Kuat : Yang Kamu setori itu siapa Ndot?

34. Pungkas : Ada Mak. Masa Emak nggak tahu? Yang sering nemani emak

kalau lagi masak itu lho..

35. Mak Kuat : O… begitu to ceritanya…? Si Tiyah…? Wech… baru tahu aku.

36. Bendot : Emak sich, nggak gaul.

37. Mak Kuat : Tapi pesan emak jangan buat main-main. Kamu bisa dihajar

bapaknya nanti. Sudah sana cari duwit yang banyak buat setoran.

38. Bendot : Iya dech mak. Insya Allah. Excuse me mak. .…..

KETIKA BENDOT HENDAK MELANGKAH DARI ARAH BERLAWANAN

MUNCUL DUA ORANG MAHASISWA LARI TERBURU DENGAN WAJAH

KETAKUTAN HAMPIR MENABRAK BENDOT. DAN BENDOTPUN

MENGHINDAR…. . …

39. Bendot : Eit! Lihat jalan mas! (Bendot mengumpat)

40. Mahasiswa 1 : Maaf mas keburu-buru.

41. Mahasiswa 2 : (Nampak terburu-buru dan nafas tak beraturan)

Mas apa gang ini bisa tembus ke jalan raya?….ech…

kami….ech ..anu…. kami…

42.Bendot : Bisa. Depan rumah itu kanan-kiri-kanan-kiri terus naik.

43. Mahasiswa 1+2 : Terimakasih mas, permisi…

MEREKA BERDUA TERUS BERLARI MENGIKUTI PETUNJUK YANG

TELAH DIBERIKAN BENDOT. SEMUA YANG ADA DISANA MELIHAT

KEDUA MAHASISWA ITU DENGAN KEHERANAN BENDOT

MENGANGKAT BAHU DENGAN KEDUA TELAPAK TANGANNYA

TERBUKA SAMBIL ALIS MATANYA DITARIK KEATAS TANDA TAK

MEGERTI. PERBUATAN BENDOT ITU DIIKUTI OLEH PUNGKAS, EMAK

SERTA PAK-DE SECARA BERUNTUN. BENDOT SEGERA MELANJUTKAN

LANGKAHNYA DAN PERGI…

44. Pungkas : Nanti pulangnya bareng ya mas..?! Saya tunggu di halte bus

biasanya.

45. Bendot : Okey..! si yu = see you (Exit)

46. Mak Kuat : Bendot kok pinter bahasa Inggris kursus dimana ya Le?

47. Pungkas : Mas Bendot tiap hari di jalan raya kan sering ketemu turis.

48. Mak Kuat : O… Begitu to ceritanya.

49. Pungkas : ehm… Mak, kerja seperti mas Bendot itu enak ya mak, Cuma

modal jrang-jreng-jrangjeng dapet duit.

50. Mak Kuat : Itu bukan kerja namanya Le. Kerja itu ya seperti kita ini,

mengumpulkan barang bekas lalu dijual lagi. Atau seperti Pak-de

yang jadi Satpam itu, atau seperti Lik Wiryo yang narik becak itu.

51. Pungkas : Kalau bukan kerja terus apa namanya? Kan menghasilkan duit.

52. Mak Kuat : Itu namanya ngamen. Ngamen itu tidak bedanya dengan

mengemis. Ya… Bedanya cuma dia tidak langsung minta duit

kayak pengemis secara terang-terangan, tapi pakai embel-embel

menyanyi meskipun nggak pener dan kadang pales.

53. Pungkas : Tapi kata mas Bendot, pengamen itu butuh stamina yang tinggi,

keberanian mental serta ketabahan hati lho mak, malah kata mas

Bendot lagi, mengamen itu mesti korban hati dan perasaan.

54. Mak Kuat : Sama Le, Persis. Mengemis itu juga korban perasaan.

Mbok sudah, biarkan Bendot menggonggong, emak tetap

mengumpulkan barang bekas. Apa kamu pikir mengumpulkan

barang bekas seperti ini tidak membutuhkan stamina yang tinggi,

ketabahan hati, dan korban perasaan? Tapi ini kerja Le,

bukan ngemis. Lebih berharga. Nach, akan lebih berharga lagi

jika kita bisa menjadi Pemberi, bukan Peminta. Paham to le dalam

hal ini?

55. Pungkas : Paham Mak. Tadi itu Cuma kata mas Bendot kok mak.

56. Mak Kuat : Jangan percaya omongannya Bendot. Lebih baik kamu tekun

belajar, sekolah setinggi-tingginya, semampu kekuatan emakmu.

Mak ini sudah tidak punya harapan lain kecuali kamu, dan emak

tidak punya siapa-siapa lagi kecuali kamu. Permintaan emak

hanya satu kepadamu Le, rajin belajar dan giat menuntut ilmu.

Karena kamu sendiri tahu to, emak ini sudah tua dan tidak punya

harta benda yang dapat kutinggalkan kepadamu ketika saatnya

nanti aku dipanggil Yang Mahakuasa, kecuali hanya ilmu.

57. Pungkas : Kenapa Emak bicara sampai kesitu. Aku kan cuma menirukan

omongan mas Bendot. Aku tidak mau jadi pengamen, aku tidak

mau jadi pengemis. Aku mau sekolah. Aku mau merubah nasib,

tidak seperti sekarang hidup dalam kemiskinan. Memang aku anak

orang miskin, tapi kelak akan aku jadikan anak-anakku sebagai

anak orang kaya.!

NAMPAK MATA EMAK BERKACA-KACA MEMANDANG PUNGKAS YANG

SEDANG MENGUNGKAPKAN PERASAAN HATINYA. SELESAI BICARA

PUNGKAS TERMENUNG MEMANDANGI TUMPUKAN BARANG-BARANG

BEKAS DISEKELILINGNYA.

58. Mak Kuat : Mak bangga Le, punya anak seperti kamu (Mengalirlah air

matanya)

59. Pungkas : Tapi … , saya kasihan sama emak, yang setua ini masih harus

bekerja seperti ini.

60. Mak Kuat : Kamu tidak perlu berkata seperti itu Le. Sudah menjadi kewajiban

setiap orang tua untuk memberikan ilmu kepada anaknya dengan

cara menyekolahkan. Sebab hanya itulah harta yang paling

berharga untuk masa depan anaknya.

SEJENAK SEPI, DAN SEPI KEMUDIAN PAK-DE MUNCUL DARI DALAM RUMAHNYA DNG SERAGAM SATPAM SAMBIL MEMBAWA BUSI MOTOR

61. Pak-De : Mak punya peniti?

62. Mak Kuat : Punya.

63. Pak-De : Pinjam.

64. Mak Kuat : Itu. Dibaju. (Sambil tanganya menunjuk letak baju yang

tergantung di dinding rumahnya dan pak-de segera

mengambilnya)

65. Pak-De : Nach…, ini. Kecil bentuknya, tapi besar manfaatnya. Ya to Le?

Coba kalau tidak ada peniti, terus tiba-tiba kolor celana pedot ?

66. Mak Kuat : Nggak usah macem-macem, kalau sudah selesai kembalikan

ketempatnya.

67. Pak-De : Maksudku kalau telinganya gatal kan bisa pakai peniti.

(Pak-de segera mengembalikan peniti itu ketempat semula,

kemudian menghampiri Pungkas yang sedang menata kardus)

Le…, kamu disekolahan ikut tonti enggak Le?

68. Pungkas : Ikut De. Memangnya kena apa?

69. Pak-De : Berarti kamu pinter baris-berbaris ya? Kalau begitu besuk kalau

kamu sudah lulus SMU daftar saja ke Akademi Militer Magelang

di Jawa. Sebetulnya disana masih banyak saudara dari emakmu

lho Le. Jadi nanti di Jawa sekalian nengok leluhur.

70. Pungkas : Benar mak. Kita masih punya saudara di Jawa?

71. Mak Kuat : Entah Le, emak sendiri tidak tahu. Mungkin kalau belum

meninggal dunia.

72. Pungkas : Kalau sudah lulus dari AKMIL terus kerja dimana Pak-De?

73. Pak-de : Kamu bisa terus mengikuti pendidikan selanjutnya dan kalau

kamu lulus bisa jadi jendral Le.

74. Pungkas : Kalau sudah jadi Jendral bisa menyuruh bawahannya untuk

menembaki orang ya pak-De.

75. Pak-De : Ya belum tentu to Le. Tergantung pendidikan yang ditempuhnya

kok ya. Kalau kamu ikut pendidikan strategi perang mungkin,

tapi kalau kamu milih pendidikan administrasi atau komunikasi,

ya cuma duduk manis dikantor.

76. Pungkas : Tapi saya lebih suka jadi dokter atau insinyur saja kok Pak-De.

Jelas bermanfaat bagi bangsa dan negara. Kalau jadi dokter untuk

masalah kesehatannya, sedang Insinyur untuk pembangunannya.

77. Pak-de : Tapi kalau kamu jadi Jendral, kan tidak ada yang berani

menggusur kampung kita ini Le.

78. Mak Kuat : (Tertawa) ..ha.ha.ha.. Kalau si Pungkas sudah jadi dokter atau

insinyur, rumahnya tidak disini lagi to pak-De. Soal kampung sini

mau digusur atau tidak, itu urusanmu. He.he.he… dan lagi aku

nggak mau kalau Pungkas nanti pensiun terus jadi komandan

Satpam.

79. Pak-De : Kok malah jadi komandan satpam itu bagaimana to mak?

80. Mak Kuat : Lha kamu dulu pangkatnya sersan mayor pensiun jadi satpam.

Kalau Pungkas Jendral. Pensiun kan jadi komandan satpam.?

81. Pak-De : O.. Begitu to ceritanya. Ya terserah kamu sajalah Le, yang jelas

saya sudah berikan saran terbaiku, diterima sukur, tidak ya sukur.

Sudah Le, mak. Saya mau berangkat tugas dulu.

82. Mak Kuat : Motornya sudah beres apa? Kok sudah mau berangkat.

83. Pak- De : Beres nggak beres tergantung dari kebaikan hati si busi ini dan

berkah dari peniti tadi .( Move)

PAK-DE MENGHAMPIRI MOTORNYA UNTUK MEMASANG BUSI SETELAH

MESIN MOTOR HIDUP PAK-DE SEGERA NAIK DAN…NGEEENG…

NGEEENG… NGEEENG…KETIKA MOTOR ITU BERJALAN SESAAT,

DIREM DAN MUNDUR LAGI…

84. Pak De : Tiyaaaah..! (memanggil)

85. Mutiyah : (OS) Ya pak…..?!

86. Pak-De : Tolong ambilkan Helm. (Kepada Pungkas) Soalnya kalau tanggal

seperti ini banyak moment Le, kalau enggak pakai helm kena 25

ribu. Sayangkan? Bisa buat beli rokok sama bensin tiga hari….

87. Pungkas : Lho…? Pak-de kan Satpam?!

88. Pak- De : Mereka enggak peduli.

DARI DALAM RUMAH KELUAR MUTIYAH DENGAN MEMBAWA HELM

89. Mutiyah : Ini pak helmnya.

90. Pak-De : (Sambil menerima helm) Nanti kalau berangkat sekolah, kunci

rumah dititipkan ke mak Kuat, sewaktu-waktu aku pulang biar

aku enggak repot.

91. Mutiyah : (Diam hanya mengangguk dan wajahnya cemberut kurang senag)

PAK-DE BERLALU DENGAN MENINGGALKAN ASAP MOTORNYA,

NGEENG - NGEENG - NGEEEEEEENG…(FIDE OUT) DAN MUTIYAH

KEMBALI MASUK RUMAH SETELAH MENOLEH KEARAH MAK-KUAT

DAN PUNGKAS YANG MASIH MENATA BARANG- BARANG.

92. Mak Kuat : Sudah sana Le, kamu pergi mandi dan siap-siap berangkat

sekolah. Sebelumnya jangan lupa makan dulu. Hari ini kamu

mesti berangkat lebih awal soalnya kamu mesti harus

mengantarkan pesanannya Nyah Kon Sie di tokonya.

93. Pungkas : Ya mak. (Pungkas segera masuk rumah)

SEPI SEJENAK, KEMUDIAN.

94. Mak Kuat : (memanggil Mutiyah) Yah…., Mutiyah…!

95. Mutiyah : (dari dalam rumah) Ya mak…?!

96. Mak Kuat : Dari tadi kok enggak keluar rumah, apa pekerjaanmu belum

selesai?

MUTIYAH KELUAR MENUJU RUMAH MAK KUAT. BERSAMAAN

DENGAN ITU PUNGKAS KELUAR MENGHAMPIRI SEPEDANYA SIAP

BERANGKAT SEKOLAH.

97. Pungkas : Mak Pungkas mau berangkat sekarang.

98. Mak Kuat : Ya hati-hati. Jangan lupa pesanannya nyah Kon Sie dibawa.

99. Pungkas : Ya mak.

SETELAH MENARUH KARDUS/BUNGKUSAN DIBONCENGAN

SEPEDANYA PUNGKAS SEGERA BERANGKAT, TIDAK LUPA SEBELUM

BERANGKAT CIUM TANGAN EMAK… Assalamu’alaikum. (Exit)

100. Emk & Tiyh : Wa’alaikumsalam.

SETELAH KEPERGIAN PUNGKAS

101. Mutiyah : Mak tadi mas Ben sudah lewat?

102. Mak Kuat : Ben…? Bendot maksudmu? Wach…. Sudah sejak pagi tadi dia

berangkat. Emang kenapa? Apa kamu enggak sekolah, malah

nanya Bendot segala.

103. Mutiyah : Hari ini aku males sekolah mak…, ehg…apa mas Ben itu

seterusnya mau jadi pengamen. Dia itu punya ijasah STM, mbok

ya buat ngelamar kerja yang jelas gitu mak.

104. Mak Kuat : Emangnya ada apa kok kamu perhatian sekali sama Bendot.

Kamu serius ya sama Bendot.

105. Mutiyah : ech… ehm… iya mak. (dengan malu-malu). Tapi nggak boleh

sama bapak, karena mas Ben cuma pengamen jalanan. Maunya

bapak kalau aku punya suami harus punya kerjaan yang jelas.

106. Mak Kuat : Dalam hal ini bapakmu betul Yah. Sebab kalau punya suami

tidak punya kerjaan yang jelas, penghasilannyapun juga tidak

jelas, bagaimana untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

107. Mutiyah : Tapi……, saya sudah terlanjur cinta sama mas Ben, mak.

108. Mak Kuat : Kamu ini masih muda Yah, belum cukup pengalaman untuk

berkeluarga. Apa kamu pikir orang berumah tangga itu hanya

cukup dengan cinta? He.he.he. Butuh sandang, pangan dan

papan. Lha kalau calon suamimu nanti tidak punya penghasilan

yang tetap, darimana akan mendapatkan semua itu. Dan lagi

apa sudah tidak ada lelaki lain selain Bendot apa?

109. Mutiyah : Bukan begitu persoalannya mak. Tapi….. aku… ech…

hubunganku dengan mas Ben sudah terlalu jauh, mak.

110. Mak Kuat : (dengan wajah cemas) Maksudmu..?

111. Mutiyah : Iya mak. (takut). Tapi jangan ceritakan ini kepada bapak ya

mak?. Aku takut dimarahi bapak. Aku ceritakan ini pada emak,

karena emak sudah ku anggap sebagai emakku sendiri.(nangis).

112. Mak Kuat : Astagafirullah hal adzim….., Tiyah meskipun kamu ini bukan

anak emak, tapi emak ikut menyesal. Kenapa kamu tidak bisa

menjaga diri. Tapi bapakmu justru harus segera tahu Yah.

113. Mutiyah : (Sambil menangis). Jangan mak, Tiyah takut bapak marah….

114. Mak kuat : Tidak Yah. Bapakmu harus segera tahu. Aku yang akan

menyampaikan pada bapakmu,mumpung belum terlanjur parah

keadaannya.

115. Mutiyah : Jangan mak, aku mohon jangan.. (Masih tetep nangis lho)

116. Mak Kuat : Jangan kawatir Yah, aku lebih mengenal bapakmu dibanding

kamu. Aku kenal bapakmu jauh sebelum ia kenal dengan

ibumu.

117. Mutiyah : Ibu..? Kenapa mak, ibuku dulu meninggalkan bapak dan aku.

Seandainya ada ibu disampingku…… (masih agak nangis).

118. Mak Kuat : (Emak menerawang jauh) Ibumu…?

119. Mak Kuat : Iya mak, ibuku. Kenapa ia tega meninggalkan aku.

120. Mak Kuat : Sebenarnya aku tidak mau lagi mengenang dan menceritakan

kepada siapapun tentang kejadian yang menyakitkan itu, semua

telah kukubur dalam-dalam. Tapi demi kamu Tiyah, demi masa

depanmu dan demi adikmu Pungkas, akan kucieritakan

kepadamu.

121. Mutiyah : Mak……? (wajah penuh pertanyaan)

122. Mak Kuat : Sekian tahun yang lalu, ada sepasang kekasih yang gagal untuk

melanjutkan ke kursi pelaminan. Karena ayah dari gadis itu

tidak menyetujui hubungan mereka. Meskipun mereka

dipisahkan tetapi cinta mereka tetap tumbuh dalam hati masing-

masing. Achirnya mereka berdua menemukan pasangannya

sendiri-sendiri. Dengan sisa-sisa cinta yang ada mereka

membangun rumah tangganya.

Ternyata suami gadis tadi tipe lelaki yang tidak setia, terbukti

setelah mempunyai anak pertama ia menjalin cinta lagi

dengan perempuan lain. Betapa sakit hati ibu muda yang

dikhinati itu. Dan tidak cukup sampai disitu saja laki-laki

itu menyiksa batin istrinya, suatu ketika ia minggat dengan

perempuan tadi. Padahal perempuan itu juga punya suami dan

anak. Dan Suami yang ditinggalkan itu adalah….bapakmu.

123. Mutiyah : Mak….?!

124. Mak Kuat : Sedangkan istri yang ditinggal oleh suaminya itu adalah

perempuan tua yang sedang bercerita didepanmu…aku.

aku….hu.hu.hu. (nangis-lah)

125. Mutiyah : Maaakkk….!? (nangis histeris)

126. Mak Kuat : Sudahlah Tiyah, nanti urusan Bendot aku yang menyelesaikan

PAK-DE MUNCUL DENGAN MENUNTUN SEPEDA MOTORNYA KARENA

MESINNYA MATI/ MOGOK. MAK KUAT DAN MUTIYAH BERUSAHA

MENYEMBUNYIKAN BEKAS KESEDIHANNYA DENGAN MENGUSAP AIR

MATANYA.

127. Pak De : Wach… sialan, gara-gara jalan macet, motor ikut macet.

Motor kok ya solider. (melihat kearah Mutiyah yang sedang

mengusap air mata)

Sudah enggak usah menangis, besuk bapak mau kredit motor

yang baru , ya resikonya paling cuma potong gaji, nggak apa ikut

mode, kridit itu trend. Jadi pegawai itu kalau tidak punya utang

ketinggalan mode dan tidak ngetren. Sudah jangan sedih, sana

bapak ambilkan teh (sambil memarkir motornya).

MUTIYAH MENINGGALKAN TEMPAT UNTUK MENGAMBIL AIR TEH BUAT BAPAKNYA.

128. Mak Kuat : Mbok sudah motormu itu jadikan barang rongsokan saja.

129. Pak De : Wech.. jangan. Biar jelek begini banyak menyimpan kenangan

dan sejarah. Kalau nanti aku jadi kridit motor, ini akan saya

musiumkan buat kenang-kenangan anak cucu. Sayang benda ini

tidak bisa bicara dan untung tak bisa bicara. Kalau bisa bicara

pasti akan membuka segala rahasia dan cerita kepada siapa saja.

130. Mak Kuat : Saya sudah bicara, dan saya sudah buka rahasia.

131. Pak De : (berpikir) Maksudmu?

132. Mak Kuat : Aku bicara dan cerita tentang kita.

133. Pak De : Kepada siapa kamu cerita.

134. Mak Kuat : Anakmu.

135. Pak De : Mutiyah?! Kenapa kau lakukan itu.

136. Mak kuat : Aku tidak mau kejadian seperti itu akan terulang dan menimpa

anakmu.

137. Pak De : Memangnya ada apa dengan Mutiyah, anakku.

138. Mak Kuat : Dia sudah dewasa, biarkan dia memilih untuk kebahagiaan

masa depannya. Bendot belum tentu seburuk yang kau kira. Bagi

saya yang penting dia bisa bertanggung jawab, dan jangan kau

salahkan anakmu semua memang harus berjalan sesuai dengan

kehendakNya.Dan sebentar lagi kau akan segera menimang cucu.

139. Pak De : Mutiyah…? (kalimat itu keluar dari mulutnya tanpa sadar)

BENDOT MUNCUL DENGAN WAJAH KESAL SAMBIL MENYANYIKAN

LAGU MAJU TAK GENTAR SEKENANYA, DAN SEGERA DUDUK

BERGABUNG BERSAMA PAK DE DAN MAK KUAT TANPA DOSA.

140. Mak Kuat : Kok tumben kamu Ben, masih siang begini sudah pulang.

Apa sudah dapet setorannya?

141. Bendot : Boro-boro dapet setoran mak, orang jalanan macet, toko-toko

pada tutup semua, dan cross road sepi nggak ada satu

mobilpun yang lewat!

142. Mak Kuat : Kros-rud itu mana?

143. Bendot : Perempatan !

144. Mak Kuat : Memangnya ada apa Ndot kok jalanan sepi?

145. Bendot : Reformasi Mak! Wach… nggak gaul. Makanya mas-mas

mahasiswa itu pada demontrasi sejak tadi pagi.

146. Mak Kuat : Reformasi itu apa Ndot, apa kamu tahu.

147. Bendot : Lha ya jelas tahu to mak,. Reformasi itu perubahan.

148. Mak Kuat : Perubahan? Terus yang berubah apanya?

149. Bendot : Ach…! Emak ini nggak gaul sich. Yang yang berubah ya

semuanya. Seperti Pak-De ini lho, dulu tentara sekarang satpam,

seperti emak dulu pemulung sekarang pengumpul barang bekas.

seperti lik Wiryo itu, dulu sopir sekarang tukang becak. Kan

berubah.

150. Pak De : Seperti kamu, dulu kenthir sekarang pethuk. Mbok kalau tidak

tahu itu enggak usah ngomong, salah-salah malah celaka kamu

TIBA-TIBA DARI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA TEMBAKAN

151. Mak Kuat : Suara apa itu ya?

152. Pak De : Paling anak-anak mainan mercon, kalau nggak ya ban meletus.

153. Bendot : Bukan pak-De. Itu pasti suara tembakan, soalnya tadi waktu

mas-mas mahasiswa itu pada demontrasi, ada banyak kendaraan

mengangkut tentara, aku lihat sendiri tadi. Pasti suara tadi suara

bedil atau pestol.

154. Mak Kuat : Terus yang ditembaki siapa Ndot?

155. Bendot : Siapa lagi kalau bukan mahasiswa-mahasiswa itu.

156. Mak Kuat : Ach masak. Mas-mas mahasiswa itu kan rakyatnya sendiri,

bangsanya sendiri, masak ditembaki.

157. Bendot : Biasanya juga begitu kok mak, kalau ada demontrasi.

158. Mak Kuat : Mudah-mudahan ini diluar kebiasaan.

159. Bendot : ( Toleh kanan toleh kiri) Pungkas belum pulang to mak?

160. Mak Kuat : Belum. Tadi kan malah janjian sama kamu ketemu di halte bus

to? Kok kamu enggak nunggu disana. Jangan –jangan dia

malah nunggu kamu di halte.

161. Bendot : Tadi setahu saya begitu ada demontrasi sekolahan pada

dipulangkan lebih awal kok mak, orang saya dijalan banyak

ketemu anak-anak sekolah pada pulang kok.

162. Pak De : Kak-kok-kak-kok kaya ayam, sudah sana sekarang kamu lihat

di halte ada enggak. Kalau nggak ada kamu susul saja di

sekolahannya apa dia masih disana apa tidak. Cepat laksanakan.

163. Bendot : Siap komandan! (hanya ngeledek) Sebentar to pak-De, saya kan

baru saja datang dan masih capek, mbok saya tak minum dulu.

164. Pak De : Oiya,… Mutiyah….(memanggil) Mana tehnya Bapak?

MUTIYAH KELUAR DENGAN SEGELAS AIR TEH DITANGANNYA,

BENDOT YANG TADI AKAN MENGAMBIL MINUM DIRUMAH MAK-KUAT

DIBATALKAN KARENA MELIHAT MUTIYAH SIJANTUNG HATI.

MELIHAT KEADAAN ITU PAK-DE SEGERA MENGUSIR BENDOT.

165. Pak De : Cepat sana pergi, nunggu apa lagi nanti keburu malam Pungkas

nggak ketemu.

166. Bendot : Ya-ya Pak De, baru jadi Satpam aja sudah galak, apalagi jadi

polisi. (Move

KETIKA BENDOT HENDAK MELANGKAH TIBA-TIBA DARI ARAH

BERLAWANAN MASUK DUA ORANG MAHASISWA DAN HAMPIR

MENABRAKNYA

167. Bendot : Eit..! Lihat jalan mas!! (Bendot langsung menunjukan jalan)

Sana tu, lurus, kanan, kiri, kanan lagi terus naik.

168. Mahasiswa 1 : Bukan mas. Saya tidak mau tanya jalan lagi, tapi e...maaf

permisi…

169. Bendot : Terus mau nanya apa lagi.

170. Mahasiswa 2 : Eh… Begini mas. Apa disini ada yang bernama Pungkas?

171. Mak Kuat : Ada mas, saya emaknya, ada apa mencari Pungkas?

172. Pak De : Ada apa mas?!

173. Mahasiswa 2 : Ech.. sebelumnya saya minta maaf kalau kedatangan saya

berdua ini telah mengagetkan saudara-saudara disini.

174. Mak Kuat : Tidak apa-apa. Ada apa sich mas?

175. Mahasiswa : (Dengan ragu) eh.. Kami dari forum mahasiswa yang

mengurusi korban demontrasi telah menemukan salah satu

korban eh.. yang bernama Pungkas dengan identitas dan alamat

dikampung ini.

176. Mak Kuat : Terus sekarang Pungkas dimana?! (Cemas)

177. Pak De : Ya, terus bagaimana keadaannya?! (Penasaran)

178. Mahasiswa : Sekarang jenazahnya sedang di otopsi dirumah sakit, karena

dadanya telah tertembak peluru nyasar ketika ada demontrasi.

179. Mak Kuat : Pu n g k a a a s s s . . . !

MAK KUAT MENANGIS HISTERIS SAMBIL TERUS-MENERUS

MEMANGGIL NAMA PUNGKAS DIIKUTI MUTIYAH DAN PAK-DE

SEDANGKAN BENDOT KALAP DAN MARAH KEPADA SIAPA TIDAK

TAHU. SUARA TANGIS DAN TERIAKAN MEREKA KEMUDIAN DITIMPA

LAGU GUGUR BUNGA SECARA FIDE IN DAN LAMPU PANGGUNG

SEMAKIN REDUP, REDUP DAN ACHIRNYA GELAP TANDA CERITA INI

TELAH SELESAI.


END



Yogyakarta, 1 Mei 2004, Sabtu Pon Jam 01.47.wib. Sewon Indah B-15 Bantul

Untuk Bunda Atik dan keEmpat anakku, Gilang, Gintang, Gilary, dan Gendhis Manis. Merekalah sumber inspirasiku.

Categories:

0 Responses " "

Posting Komentar