Drama Sebabak
JAKARTA 1998
Karya : Agus ley-loor
Pelaku :
1. Pak De Jumingan laki-laki usia 60 tahun……. : Mantan pasukan Seroja
2. Mutiyah gadis usia 17 tahun ………………….. : Anak pak De
3. Mak Kuat Janda usia 55 tahun………………. : Pengumpul barang bekas.
- Pungkas anak mak Kuat usia 18 tahun ……….. : Pelajar SMU
- Bendot pemuda usia 21 tahun ……………… : Pengamen Jalanan
- Mahasiswa reformis I
- Mahasiswa Reformis II
SUASANA PAGI HARI PADA SEBUAH PERKAMPUNGAN MISKIN DI PINGGIRAN IBU
DI SEBELAH KANAN PANGGUNG BERDIRI RUMAH SEDERHANA NAMUN BERSIH MILIK PAK DE JUMINGAN, SEDANG DI SEBELAH KIRI RUMAH SANGAT SEDERHANA MILIK MAK KUAT DAN DI SEKITAR RUMAH ITU BANYAK TUMPUKAN BARANG BEKAS DAN SEPEDA BUTUT MILIK PUNGKAS.
KETIKA LAYAR DIBUKA NAMPAK PAK-DE SEDANG BERUSAHA MENGHIDUPKAN MESIN MOTORNYA YANG SEJAK TADI TIDAK BISA HIDUP. SEMENTARA DISEBELAH KIRI PANGGUNG PUNGKAS SEDANG MEMBANTU EMAKNYA MENATA BARANG-BARANG BEKAS…
(O.S.) DARI JAUH TERDENGAR SAYUP-SAYUP SAMPAI LAGU MAJU TAK GENTAR CIPTAAN C. SIMANJUNTAK YANG DINYANYIKAN OLEH BERIBU-RIBU MANUSIA.
01. Pak- De : ( Sambil dengan kesibukanya masing-masing )
Kalau saya mendengar lagu Maju Tak Gentar seperti tadi Le,
hemm…..Rasanya menggelegak darah dalam dadaku.
02. Pungkas : Kenapa De?
03. Pak- De : Betapa tidak. Waktu itu aku bersama teman-teman satu pleton
sedang berjalan menuju sebuah desa pegunungan di
bagian selatan. Daerah itu penuh dengan tumbuhan liar dan semak
belukar. Setiap kali kami melalui jalan setapak yang sering kami
lewati, bulu kuduk kami selalu berdiri. Kamu tahu le?
04. Pungkas : Tidak.
05. Pak-De : Tak kasih tahu ya, waktu itu malam jumat kliwon hujan rintik-
rintik. Kalau cuma binatang buas atau binatang berbisa, kami
sudah biasa menjumpai dan itu tak berarti bagi kami.
06. Pungkas : Kalau Jin, hantu atau roch halus, bagaimana De?
07. Pak-De : Kami orang- orang beriman yang tidak percaya dengan tahayul.
08. Pungkas : Lalu kenapa bulu kuduk Pak-De dan teman-teman berdiri kalau
tidak takut semuanya?
09. Pak-De : Yang kami takutkan adalah ranjau milik musuh dan musuh kami
yang sangat lihai. Sering secara tiba-tiba mereka muncul,
kemudian menembaki Kalau tidak waspada, nyawa taruhannya.
Nah. Untuk memberikan motivasi dan semangat pasukanku, kami
biasanya menyanyikan lagu itu.
10. Pungkas : O… begitu to ceritanya. Kalau Pak-De takut sama musuh, kenapa
dulu Pak-De mau ditugaskan disana? Mending dirumah saja
kumpul sama anak istri dan tidak kawatir kena ranjau musuh.
11. Mak Kuat : Kalau dirumah takut ranjaunya mbok-de Le.
12. Pungkas : Emangnya mbok-de punya ranjau?
13. Pak-De : Emakmu itu ada-ada saja. Itulah Le, resiko jadi prajurit. Terikat
oleh sumpah prajurit, apa yang diperintahkan oleh atasan prajurit
harus siap melaksanakan.
14. Pungkas : Kalau perintahnya harus menembak orang, Apakah Pak-De juga
akan laksanankan?
15. Pak-De : Temtu Le.
16. Pungkas : Pak- De enggak takut dosa?
17. Pak-De : Ech…anu.. Le….?
18. Mak- Kuat : (setelah melihat Pak-De sejenak) Ayo to Le cepet selesaikan
pekerjaannya, nanti keburu siang kamu berangkat sekolah.
Ngomong sama Pak-Demu itu nggak selesai-selesai.
19. Pak-De : Iya Le. Aku tak mbetulin motor dulu.
BENDOT MUNCUL MEMBAWA GUITAR SAMBIL MENYANYIKAN LAGU MAJU TAK GENTAR PAK-DE GRAGAPAN DAN MENGUMPAT
20. Bendot : Gimana Pak-De. Lagunya bisa memberi semangat nggak?
21. Pak-De : Itu bukan memberi semangat tapi ngagetin! Jangan diulangi ya!
22. Bendot : wah… kalau diulangi ya nggo-pek Pak-De.
23. Pak-De : Nggo-pek palelu.
BENDOT AKAN BERLALU DARI TEMPAT ITU
24. Bendot : Mari Pak-De, saya berangkat tugas duluan.
25. Pak- De : Kayak pegawai saja pakai tugas segala. Terus kantormu itu
dimana Ndot- Bendot?!
26. Bendot : Lho..?
27. Pak- De :
28. Bendot : Perempatan lampu merah.! Wach.. Pak-De ini nggak gaul.
29. Pak-De : Oalah…Ndot, minggat
30. Bendot : Okey… Excuse me Big Father…
BENDOT BERJALAN KEARAH KIRI PANGGUNG DAN PAK-DE MASUK RUMAH
31. Mak Kuat : Kok tumben Ndot. Hari masih begini pagi kamu sudah berangkat
tugas. Biasanya habis adzan dluhur kamu baru lewat.
32. Bendot : Iya Mak. Buat ngejar setoran.
33. Mak Kuat : Yang Kamu setori itu siapa Ndot?
34. Pungkas :
kalau lagi masak itu lho..
35. Mak Kuat : O… begitu to ceritanya…? Si Tiyah…? Wech… baru tahu aku.
36. Bendot : Emak sich, nggak gaul.
37. Mak Kuat : Tapi pesan emak jangan buat main-main. Kamu bisa dihajar
bapaknya nanti. Sudah
38. Bendot : Iya dech mak. Insya Allah. Excuse me mak. .…..
KETIKA BENDOT HENDAK MELANGKAH DARI ARAH BERLAWANAN
MUNCUL DUA ORANG MAHASISWA LARI TERBURU DENGAN WAJAH
KETAKUTAN HAMPIR MENABRAK BENDOT. DAN BENDOTPUN
MENGHINDAR…. . …
39. Bendot : Eit! Lihat jalan mas! (Bendot mengumpat)
40. Mahasiswa 1 : Maaf mas keburu-buru.
41. Mahasiswa 2 : (Nampak terburu-buru dan nafas tak beraturan)
Mas apa gang ini bisa tembus ke jalan raya?….ech…
kami….ech ..anu…. kami…
42.Bendot : Bisa. Depan rumah itu kanan-kiri-kanan-kiri terus naik.
43. Mahasiswa 1+2 : Terimakasih mas, permisi…
MEREKA BERDUA TERUS BERLARI MENGIKUTI PETUNJUK YANG
TELAH DIBERIKAN BENDOT. SEMUA YANG
KEDUA MAHASISWA ITU DENGAN KEHERANAN BENDOT
MENGANGKAT BAHU DENGAN KEDUA TELAPAK TANGANNYA
TERBUKA SAMBIL ALIS MATANYA DITARIK KEATAS TANDA TAK
MEGERTI. PERBUATAN BENDOT ITU DIIKUTI OLEH PUNGKAS, EMAK
SERTA PAK-DE SECARA BERUNTUN. BENDOT SEGERA MELANJUTKAN
LANGKAHNYA DAN PERGI…
44. Pungkas : Nanti pulangnya bareng ya mas..?! Saya tunggu di halte bus
biasanya.
45. Bendot : Okey..! si yu = see you (Exit)
46. Mak Kuat : Bendot kok pinter bahasa Inggris kursus dimana ya Le?
47. Pungkas : Mas Bendot tiap hari di jalan raya
48. Mak Kuat : O… Begitu to ceritanya.
49. Pungkas : ehm… Mak, kerja seperti mas Bendot itu enak ya mak, Cuma
modal jrang-jreng-jrangjeng dapet duit.
50. Mak Kuat : Itu bukan kerja namanya Le. Kerja itu ya seperti kita ini,
mengumpulkan barang bekas lalu dijual lagi. Atau seperti Pak-de
yang jadi Satpam itu, atau seperti Lik Wiryo yang narik becak itu.
51. Pungkas : Kalau bukan kerja terus apa namanya?
52. Mak Kuat : Itu namanya ngamen. Ngamen itu tidak bedanya dengan
mengemis. Ya… Bedanya cuma dia tidak langsung minta duit
kayak pengemis secara terang-terangan, tapi pakai embel-embel
menyanyi meskipun nggak pener dan kadang pales.
53. Pungkas : Tapi kata mas Bendot, pengamen itu butuh stamina yang tinggi,
keberanian mental serta ketabahan hati lho mak, malah kata mas
Bendot lagi, mengamen itu mesti korban hati dan perasaan.
54. Mak Kuat : Sama Le, Persis. Mengemis itu juga korban perasaan.
Mbok sudah, biarkan Bendot menggonggong, emak tetap
mengumpulkan barang bekas. Apa kamu pikir mengumpulkan
barang bekas seperti ini tidak membutuhkan stamina yang tinggi,
ketabahan hati, dan korban perasaan? Tapi ini kerja Le,
bukan ngemis. Lebih berharga. Nach, akan lebih berharga lagi
jika kita bisa menjadi Pemberi, bukan Peminta. Paham to le dalam
hal ini?
55. Pungkas : Paham Mak. Tadi itu Cuma kata mas Bendot kok mak.
56. Mak Kuat : Jangan percaya omongannya Bendot. Lebih baik kamu tekun
belajar, sekolah setinggi-tingginya, semampu kekuatan emakmu.
Mak ini sudah tidak punya harapan lain kecuali kamu, dan emak
tidak punya siapa-siapa lagi kecuali kamu. Permintaan emak
hanya satu kepadamu Le, rajin belajar dan giat menuntut ilmu.
Karena kamu sendiri tahu to, emak ini sudah tua dan tidak punya
harta benda yang dapat kutinggalkan kepadamu ketika saatnya
nanti aku dipanggil Yang Mahakuasa, kecuali hanya ilmu.
57. Pungkas : Kenapa Emak bicara sampai kesitu. Aku
omongan mas Bendot. Aku tidak mau jadi pengamen, aku tidak
mau jadi pengemis. Aku mau sekolah. Aku mau merubah nasib,
tidak seperti sekarang hidup dalam kemiskinan. Memang aku anak
orang miskin, tapi kelak akan aku jadikan anak-anakku sebagai
anak orang kaya.!
NAMPAK MATA EMAK BERKACA-KACA MEMANDANG PUNGKAS YANG
SEDANG MENGUNGKAPKAN PERASAAN HATINYA. SELESAI BICARA
PUNGKAS TERMENUNG MEMANDANGI TUMPUKAN BARANG-BARANG
BEKAS DISEKELILINGNYA.
58. Mak Kuat : Mak bangga Le, punya anak seperti kamu (Mengalirlah air
matanya)
59. Pungkas : Tapi … , saya kasihan sama emak, yang setua ini masih harus
bekerja seperti ini.
60. Mak Kuat : Kamu tidak perlu berkata seperti itu Le. Sudah menjadi kewajiban
setiap orang tua untuk memberikan ilmu kepada anaknya dengan
cara menyekolahkan. Sebab hanya itulah harta yang paling
berharga untuk masa depan anaknya.
61. Pak-De : Mak punya peniti?
62. Mak Kuat : Punya.
63. Pak-De : Pinjam.
64. Mak Kuat : Itu. Dibaju. (Sambil tanganya menunjuk letak baju yang
tergantung di dinding rumahnya dan pak-de segera
mengambilnya)
65. Pak-De : Nach…, ini. Kecil bentuknya, tapi besar manfaatnya. Ya to Le?
Coba kalau tidak ada peniti, terus tiba-tiba kolor celana pedot ?
66. Mak Kuat : Nggak usah macem-macem, kalau sudah selesai kembalikan
ketempatnya.
67. Pak-De : Maksudku kalau telinganya gatal
(Pak-de segera mengembalikan peniti itu ketempat semula,
kemudian menghampiri Pungkas yang sedang menata kardus)
Le…, kamu disekolahan ikut tonti enggak Le?
68. Pungkas : Ikut De. Memangnya kena apa?
69. Pak-De : Berarti kamu pinter baris-berbaris ya? Kalau begitu besuk kalau
kamu sudah lulus SMU daftar saja ke Akademi Militer Magelang
di Jawa. Sebetulnya disana masih banyak saudara dari emakmu
lho Le. Jadi nanti di Jawa sekalian nengok leluhur.
70. Pungkas : Benar mak. Kita masih punya saudara di Jawa?
71. Mak Kuat : Entah Le, emak sendiri tidak tahu. Mungkin kalau belum
meninggal dunia.
72. Pungkas : Kalau sudah lulus dari AKMIL terus kerja dimana Pak-De?
73. Pak-de : Kamu bisa terus mengikuti pendidikan selanjutnya dan kalau
kamu lulus bisa jadi jendral Le.
74. Pungkas : Kalau sudah jadi Jendral bisa menyuruh bawahannya untuk
menembaki orang ya pak-De.
75. Pak-De : Ya belum tentu to Le. Tergantung pendidikan yang ditempuhnya
kok ya. Kalau kamu ikut pendidikan strategi perang mungkin,
tapi kalau kamu milih pendidikan administrasi atau komunikasi,
ya cuma duduk manis dikantor.
76. Pungkas : Tapi saya lebih suka jadi dokter atau insinyur saja kok Pak-De.
Jelas bermanfaat bagi bangsa dan negara. Kalau jadi dokter untuk
masalah kesehatannya, sedang Insinyur untuk pembangunannya.
77. Pak-de : Tapi kalau kamu jadi Jendral,
menggusur kampung kita ini Le.
78. Mak Kuat : (Tertawa) ..ha.ha.ha.. Kalau si Pungkas sudah jadi dokter atau
insinyur, rumahnya tidak disini lagi to pak-De. Soal kampung sini
mau digusur atau tidak, itu urusanmu. He.he.he… dan lagi aku
nggak mau kalau Pungkas nanti pensiun terus jadi komandan
Satpam.
79. Pak-De : Kok malah jadi komandan satpam itu bagaimana to mak?
80. Mak Kuat : Lha kamu dulu pangkatnya sersan mayor pensiun jadi satpam.
Kalau Pungkas Jendral. Pensiun
81. Pak-De : O.. Begitu to ceritanya. Ya terserah kamu sajalah Le, yang jelas
saya sudah berikan saran terbaiku, diterima sukur, tidak ya sukur.
Sudah Le, mak. Saya mau berangkat tugas dulu.
82. Mak Kuat : Motornya sudah beres apa? Kok sudah mau berangkat.
83. Pak- De : Beres nggak beres tergantung dari kebaikan hati si busi ini dan
berkah dari peniti tadi .( Move)
PAK-DE MENGHAMPIRI MOTORNYA UNTUK MEMASANG BUSI SETELAH
MESIN MOTOR HIDUP PAK-DE SEGERA NAIK DAN…NGEEENG…
NGEEENG… NGEEENG…KETIKA MOTOR ITU BERJALAN SESAAT,
DIREM DAN MUNDUR LAGI…
84. Pak De : Tiyaaaah..! (memanggil)
85. Mutiyah : (OS) Ya pak…..?!
86. Pak-De : Tolong ambilkan Helm. (Kepada Pungkas) Soalnya kalau tanggal
seperti ini banyak moment Le, kalau enggak pakai helm kena 25
ribu. Sayangkan? Bisa buat beli rokok sama bensin tiga hari….
87. Pungkas : Lho…? Pak-de
88. Pak- De : Mereka enggak peduli.
DARI DALAM RUMAH KELUAR MUTIYAH DENGAN MEMBAWA HELM
89. Mutiyah : Ini pak helmnya.
90. Pak-De : (Sambil menerima helm) Nanti kalau berangkat sekolah, kunci
rumah dititipkan ke mak Kuat, sewaktu-waktu aku pulang biar
aku enggak repot.
91. Mutiyah : (Diam hanya mengangguk dan wajahnya cemberut kurang senag)
PAK-DE BERLALU DENGAN MENINGGALKAN ASAP MOTORNYA,
NGEENG - NGEENG - NGEEEEEEENG…(FIDE OUT) DAN MUTIYAH
KEMBALI MASUK RUMAH SETELAH MENOLEH KEARAH MAK-KUAT
DAN PUNGKAS YANG MASIH MENATA BARANG- BARANG.
92. Mak Kuat : Sudah
sekolah. Sebelumnya jangan lupa makan dulu. Hari ini kamu
mesti berangkat lebih awal soalnya kamu mesti harus
mengantarkan pesanannya Nyah Kon Sie di tokonya.
93. Pungkas : Ya mak. (Pungkas segera masuk rumah)
SEPI SEJENAK, KEMUDIAN.
94. Mak Kuat : (memanggil Mutiyah) Yah…., Mutiyah…!
95. Mutiyah : (dari dalam rumah) Ya mak…?!
96. Mak Kuat : Dari tadi kok enggak keluar rumah, apa pekerjaanmu belum
selesai?
MUTIYAH KELUAR MENUJU RUMAH MAK KUAT. BERSAMAAN
DENGAN ITU PUNGKAS KELUAR MENGHAMPIRI SEPEDANYA SIAP
BERANGKAT SEKOLAH.
97. Pungkas : Mak Pungkas mau berangkat sekarang.
98. Mak Kuat : Ya hati-hati. Jangan lupa pesanannya nyah Kon Sie dibawa.
99. Pungkas : Ya mak.
SETELAH MENARUH KARDUS/BUNGKUSAN DIBONCENGAN
SEPEDANYA PUNGKAS SEGERA BERANGKAT, TIDAK LUPA SEBELUM
BERANGKAT CIUM TANGAN EMAK… Assalamu’alaikum. (Exit)
100. Emk & Tiyh : Wa’alaikumsalam.
SETELAH KEPERGIAN PUNGKAS
101. Mutiyah : Mak tadi mas Ben sudah lewat?
102. Mak Kuat : Ben…? Bendot maksudmu? Wach…. Sudah sejak pagi tadi dia
berangkat. Emang kenapa? Apa kamu enggak sekolah, malah
nanya Bendot segala.
103. Mutiyah : Hari ini aku males sekolah mak…, ehg…apa mas Ben itu
seterusnya mau jadi pengamen. Dia itu punya ijasah STM, mbok
ya buat ngelamar kerja yang jelas gitu mak.
104. Mak Kuat : Emangnya ada apa kok kamu perhatian sekali sama Bendot.
Kamu serius ya sama Bendot.
105. Mutiyah : ech… ehm… iya mak. (dengan malu-malu). Tapi nggak boleh
sama bapak, karena mas Ben cuma pengamen jalanan. Maunya
bapak kalau aku punya suami harus punya kerjaan yang jelas.
106. Mak Kuat : Dalam hal ini bapakmu betul Yah. Sebab kalau punya suami
tidak punya kerjaan yang jelas, penghasilannyapun juga tidak
jelas, bagaimana untuk bisa mencukupi kebutuhan keluarga.
107. Mutiyah : Tapi……, saya sudah terlanjur cinta sama mas Ben, mak.
108. Mak Kuat : Kamu ini masih muda Yah, belum cukup pengalaman untuk
berkeluarga. Apa kamu pikir orang berumah tangga itu hanya
cukup dengan cinta? He.he.he. Butuh sandang, pangan dan
papan. Lha kalau calon suamimu nanti tidak punya penghasilan
yang tetap, darimana akan mendapatkan semua itu. Dan lagi
apa sudah tidak ada lelaki lain selain Bendot apa?
109. Mutiyah : Bukan begitu persoalannya mak. Tapi….. aku… ech…
hubunganku dengan mas Ben sudah terlalu jauh, mak.
110. Mak Kuat : (dengan wajah cemas) Maksudmu..?
111. Mutiyah : Iya mak. (takut). Tapi jangan ceritakan ini kepada bapak ya
mak?. Aku takut dimarahi bapak. Aku ceritakan ini pada emak,
karena emak sudah ku anggap sebagai emakku sendiri.(nangis).
112. Mak Kuat : Astagafirullah hal adzim….., Tiyah meskipun kamu ini bukan
anak emak, tapi emak ikut menyesal. Kenapa kamu tidak bisa
menjaga diri. Tapi bapakmu justru harus segera tahu Yah.
113. Mutiyah : (Sambil menangis). Jangan mak, Tiyah takut bapak marah….
114. Mak kuat : Tidak Yah. Bapakmu harus segera tahu. Aku yang akan
menyampaikan pada bapakmu,mumpung belum terlanjur parah
keadaannya.
115. Mutiyah : Jangan mak, aku mohon jangan.. (Masih tetep nangis lho)
116. Mak Kuat : Jangan kawatir Yah, aku lebih mengenal bapakmu dibanding
kamu. Aku kenal bapakmu jauh sebelum ia kenal dengan
ibumu.
117. Mutiyah : Ibu..? Kenapa mak, ibuku dulu meninggalkan bapak dan aku.
Seandainya ada ibu disampingku…… (masih agak nangis).
118. Mak Kuat : (Emak menerawang jauh) Ibumu…?
119. Mak Kuat : Iya mak, ibuku. Kenapa ia tega meninggalkan aku.
120. Mak Kuat : Sebenarnya aku tidak mau lagi mengenang dan menceritakan
kepada siapapun tentang kejadian yang menyakitkan itu, semua
telah kukubur dalam-dalam. Tapi demi kamu Tiyah, demi masa
depanmu dan demi adikmu Pungkas, akan kucieritakan
kepadamu.
121. Mutiyah : Mak……? (wajah penuh pertanyaan)
122. Mak Kuat : Sekian tahun yang lalu, ada sepasang kekasih yang gagal untuk
melanjutkan ke kursi pelaminan. Karena ayah dari gadis itu
tidak menyetujui hubungan mereka. Meskipun mereka
dipisahkan tetapi cinta mereka tetap tumbuh dalam hati masing-
masing. Achirnya mereka berdua menemukan pasangannya
sendiri-sendiri. Dengan sisa-sisa cinta yang ada mereka
membangun rumah tangganya.
Ternyata suami gadis tadi tipe lelaki yang tidak setia, terbukti
setelah mempunyai anak pertama ia menjalin cinta lagi
dengan perempuan lain. Betapa sakit hati ibu muda yang
dikhinati itu. Dan tidak cukup sampai disitu saja laki-laki
itu menyiksa batin istrinya, suatu ketika ia minggat dengan
perempuan tadi. Padahal perempuan itu juga punya suami dan
anak. Dan Suami yang ditinggalkan itu adalah….bapakmu.
123. Mutiyah : Mak….?!
124. Mak Kuat : Sedangkan istri yang ditinggal oleh suaminya itu adalah
perempuan tua yang sedang bercerita didepanmu…aku.
aku….hu.hu.hu. (nangis-lah)
125. Mutiyah : Maaakkk….!? (nangis histeris)
126. Mak Kuat : Sudahlah Tiyah, nanti urusan Bendot aku yang menyelesaikan
PAK-DE MUNCUL DENGAN MENUNTUN SEPEDA MOTORNYA KARENA
MESINNYA MATI/ MOGOK. MAK KUAT DAN MUTIYAH BERUSAHA
MENYEMBUNYIKAN BEKAS KESEDIHANNYA DENGAN MENGUSAP AIR
MATANYA.
127. Pak De : Wach… sialan, gara-gara jalan macet, motor ikut macet.
Motor kok ya solider. (melihat kearah Mutiyah yang sedang
mengusap air mata)
Sudah enggak usah menangis, besuk bapak mau kredit motor
yang baru , ya resikonya paling cuma potong gaji, nggak apa ikut
mode, kridit itu trend. Jadi pegawai itu kalau tidak punya utang
ketinggalan mode dan tidak ngetren. Sudah jangan sedih,
bapak ambilkan teh (sambil memarkir motornya).
MUTIYAH MENINGGALKAN TEMPAT UNTUK MENGAMBIL AIR TEH BUAT BAPAKNYA.
128. Mak Kuat : Mbok sudah motormu itu jadikan barang rongsokan saja.
129. Pak De : Wech.. jangan. Biar jelek begini banyak menyimpan kenangan
dan sejarah. Kalau nanti aku jadi kridit motor, ini akan saya
musiumkan buat kenang-kenangan anak cucu. Sayang benda ini
tidak bisa bicara dan untung tak bisa bicara. Kalau bisa bicara
pasti akan membuka segala rahasia dan cerita kepada siapa saja.
130. Mak Kuat : Saya sudah bicara, dan saya sudah buka rahasia.
131. Pak De : (berpikir) Maksudmu?
132. Mak Kuat : Aku bicara dan cerita tentang kita.
133. Pak De : Kepada siapa kamu cerita.
134. Mak Kuat : Anakmu.
135. Pak De : Mutiyah?! Kenapa kau lakukan itu.
136. Mak kuat : Aku tidak mau kejadian seperti itu akan terulang dan menimpa
anakmu.
137. Pak De : Memangnya ada apa dengan Mutiyah, anakku.
138. Mak Kuat : Dia sudah dewasa, biarkan dia memilih untuk kebahagiaan
masa depannya. Bendot belum tentu seburuk yang kau kira. Bagi
saya yang penting dia bisa bertanggung jawab, dan jangan kau
salahkan anakmu semua memang harus berjalan sesuai dengan
kehendakNya.Dan sebentar lagi kau akan segera menimang cucu.
139. Pak De : Mutiyah…? (kalimat itu keluar dari mulutnya tanpa sadar)
BENDOT MUNCUL DENGAN WAJAH KESAL SAMBIL MENYANYIKAN
LAGU MAJU TAK GENTAR SEKENANYA, DAN SEGERA DUDUK
BERGABUNG BERSAMA PAK DE DAN MAK KUAT TANPA DOSA.
140. Mak Kuat : Kok tumben kamu Ben, masih siang begini sudah pulang.
Apa sudah dapet setorannya?
141. Bendot : Boro-boro dapet setoran mak, orang jalanan macet, toko-toko
pada tutup semua, dan cross road sepi nggak ada satu
mobilpun yang lewat!
142. Mak Kuat : Kros-rud itu mana?
143. Bendot : Perempatan !
144. Mak Kuat : Memangnya ada apa Ndot kok jalanan sepi?
145. Bendot : Reformasi Mak! Wach… nggak gaul. Makanya mas-mas
mahasiswa itu pada demontrasi sejak tadi pagi.
146. Mak Kuat : Reformasi itu apa Ndot, apa kamu tahu.
147. Bendot : Lha ya jelas tahu to mak,. Reformasi itu perubahan.
148. Mak Kuat : Perubahan? Terus yang berubah apanya?
149. Bendot : Ach…! Emak ini nggak gaul sich. Yang yang berubah ya
semuanya. Seperti Pak-De ini lho, dulu tentara sekarang satpam,
seperti emak dulu pemulung sekarang pengumpul barang bekas.
seperti lik Wiryo itu, dulu sopir sekarang tukang becak.
berubah.
150. Pak De : Seperti kamu, dulu kenthir sekarang pethuk. Mbok kalau tidak
tahu itu enggak usah ngomong, salah-salah malah celaka kamu
TIBA-TIBA DARI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA TEMBAKAN
151. Mak Kuat : Suara apa itu ya?
152. Pak De : Paling anak-anak mainan mercon, kalau nggak ya ban meletus.
153. Bendot : Bukan pak-De. Itu pasti suara tembakan, soalnya tadi waktu
mas-mas mahasiswa itu pada demontrasi, ada banyak kendaraan
mengangkut tentara, aku lihat sendiri tadi. Pasti suara tadi suara
bedil atau pestol.
154. Mak Kuat : Terus yang ditembaki siapa Ndot?
155. Bendot : Siapa lagi kalau bukan mahasiswa-mahasiswa itu.
156. Mak Kuat : Ach masak. Mas-mas mahasiswa itu
bangsanya sendiri, masak ditembaki.
157. Bendot : Biasanya juga begitu kok mak, kalau ada demontrasi.
158. Mak Kuat : Mudah-mudahan ini diluar kebiasaan.
159. Bendot : ( Toleh kanan toleh kiri) Pungkas belum pulang to mak?
160. Mak Kuat : Belum. Tadi
to? Kok kamu enggak nunggu disana. Jangan –jangan dia
malah nunggu kamu di halte.
161. Bendot : Tadi setahu saya begitu ada demontrasi sekolahan pada
dipulangkan lebih awal kok mak, orang saya dijalan banyak
ketemu anak-anak sekolah pada pulang kok.
162. Pak De : Kak-kok-kak-kok kaya ayam, sudah
di halte ada enggak. Kalau nggak ada kamu susul saja di
sekolahannya apa dia masih disana apa tidak. Cepat laksanakan.
163. Bendot : Siap komandan! (hanya ngeledek) Sebentar to pak-De, saya
baru saja datang dan masih capek, mbok saya tak minum dulu.
164. Pak De : Oiya,… Mutiyah….(memanggil) Mana tehnya Bapak?
MUTIYAH KELUAR DENGAN SEGELAS AIR TEH DITANGANNYA,
BENDOT YANG TADI AKAN MENGAMBIL MINUM DIRUMAH MAK-KUAT
DIBATALKAN KARENA MELIHAT MUTIYAH SIJANTUNG HATI.
MELIHAT KEADAAN ITU PAK-DE SEGERA MENGUSIR BENDOT.
165. Pak De : Cepat
nggak ketemu.
166. Bendot : Ya-ya Pak De, baru jadi Satpam aja sudah galak, apalagi jadi
polisi. (Move
KETIKA BENDOT HENDAK MELANGKAH TIBA-TIBA DARI ARAH
BERLAWANAN MASUK DUA ORANG MAHASISWA DAN HAMPIR
MENABRAKNYA…
167. Bendot : Eit..! Lihat jalan mas!! (Bendot langsung menunjukan jalan)
168. Mahasiswa 1 : Bukan mas. Saya tidak mau tanya jalan lagi, tapi e...maaf
permisi…
169. Bendot : Terus mau nanya apa lagi.
170. Mahasiswa 2 : Eh… Begini mas. Apa disini ada yang bernama Pungkas?
171. Mak Kuat :
172. Pak De :
173. Mahasiswa 2 : Ech.. sebelumnya saya minta maaf kalau kedatangan saya
berdua ini telah mengagetkan saudara-saudara disini.
174. Mak Kuat : Tidak apa-apa.
175. Mahasiswa : (Dengan ragu) eh.. Kami dari forum mahasiswa yang
mengurusi korban demontrasi telah menemukan salah satu
korban eh.. yang bernama Pungkas dengan identitas dan alamat
dikampung ini.
176. Mak Kuat : Terus sekarang Pungkas dimana?! (Cemas)
177. Pak De : Ya, terus bagaimana keadaannya?! (Penasaran)
178. Mahasiswa : Sekarang jenazahnya sedang di otopsi dirumah sakit, karena
dadanya telah tertembak peluru nyasar ketika ada demontrasi.
179. Mak Kuat : Pu n g k a a a s s s . . . !
MAK KUAT MENANGIS HISTERIS SAMBIL TERUS-MENERUS
MEMANGGIL NAMA PUNGKAS DIIKUTI MUTIYAH DAN PAK-DE
SEDANGKAN BENDOT KALAP DAN MARAH KEPADA SIAPA TIDAK
TAHU. SUARA TANGIS DAN TERIAKAN MEREKA KEMUDIAN DITIMPA
LAGU GUGUR BUNGA SECARA FIDE IN DAN LAMPU PANGGUNG
SEMAKIN REDUP, REDUP DAN ACHIRNYA GELAP TANDA CERITA INI
TELAH SELESAI.
END
Untuk Bunda Atik dan keEmpat anakku, Gilang, Gintang, Gilary, dan Gendhis Manis. Merekalah sumber inspirasiku.

0 Responses " "
Posting Komentar