Si Bambang Ekalaya
Dicipta untuk keperluan ujian akhir
Program Pascasarjana Insitut Seni
2006
ADEGAN I
HUTAN KAMYAKA
(Black Out- Black In)
Nama hamba Ekalaya, putra raja Nisada Eyang.
Oh, sebuah tempat yang sangat jauh di ujung
Kedatangan hamba menghadap Eyang, tak lain ingin berguru ilmu Danurweda(ilmu memanah)
Ajaouw…Lole-lole, Lole sarkem….he,he,he.. Sayang sekali, Eyang telah bersumpah, bahwasannya Eyang tidak akan mengajarkan ilmu Danurweda kepada siapapun, kecuali putra-putra Pandawa dan Hastina. Jadi, maaf.
005. Ekalaya
Hamba juga telah bersumpah Eyang. Hamba tak akan kembali ke Negeri Nisada sebelum memiliki ilmu Danurweda. Jadi, hamba juga mohon maaf.
He.he.he… lole-lole…, Permohonan maafmu aku terima. Tetapi prmohonan untuk berguru kepadaku, aku tolak. Sebab eyang takut oleh kutukan Dewata jika memberikan ilmu Danurweda kepada orang lain diluar kerabat Pandawa dan Hastina.
Tetapi sekali lagi, hamba sudah terlanjur bersumpah Eyang.
Oh, sumpah itu awal dari sebuah kesalahan. Mengapa cepat-cepat bersumpah? Jangan mudah bersumpah, jangan mudah berjanji, sebelum ada yang bisa untuk diya’qini.
Mengapa dahulu Eyang Durna juga cepat-cepat bersumpah untuk tidak mengajarkan ilmu Danurweda kepada orang lain diluar putra-putra Pandawa dan Hastina? Tegakah Eyang kepada hamba yang datang dari negeri jauh dengan penuh harap akan dapat berguru kepada Eyang Durna.
Mangkanya. Jangan Berharap Berlebihan, Kecewa Pada Akhirnya.
Ekalaya jatuh bersimpuh dihadapan Resi Durna karena kecewa permohonannya untuk berguru ditolak. Tiba-tiba ia berdiri dan berteriak sambil melepaskan sepuluh anak panah dalam satu busur kesudut panggung. (Efek cahaya lampu kemudian Black Out)
Sesaat kemudian datang rombongan Harjuna bersama saudara-saudaranya para Kurawa membawa bangkai anjing berburunya yang telah mati dengan mulut penuh dengan anak panah.(Dengan tarian ala Kurawa)
(Memberi aba-aba)
Belenti glak! belenti..! belenti…! semua lombongan belenti, ada olang.
Si.si.si.si….siapakan…eh, siapa di.di.di.didit, eh, dia Dur?
Lha mana aku tahu. Coba Haljuna suluh nanyain.
Hak..hak..hakjiiimhz! emh.. Harjuna cepat tan..tan..tanya,or..or..orgasme..eh. orang it..it..iduuu. eh, it…it…it..it..?
Sudah jangan diteruskan dialogmu Citraksi. Biar aku tanyakan sendiri.
Iya-lah, nanti malah salu.
Maaf kisanak. Apakah anda yang telah melukai Anjing kami ini?
Dan apakah kesalahan anjing kami, sehingga kisanak tega membunuhnya?
Benar. Sayalah yang telah melukai dan sekaligus membunuh anjing itu. Jika kisanak menanyakan kesalahanya, anjing itu telah mengganggu latihan memanah saya dan tak mau diusir, sehingga saya jadikan sasaran anak panah saya. Maukah kisanak memaafkan saya?
Akan saya pertimbangkan. Namun sebelumnya saya mau bertanya, siapakah nama kisanak dan patung siapakah itu?
Nama saya Ekalaya dari negeri Nisada, dan ini patung guru saya. Namanya Resi Durna dari negara Hastina.
Gurumu?! (Kaget Lho). Berarti kisanak ini murid dari Resi Durna?!
Demikian adanya kisanak.
Waaacchhh…! (berpikir) belalti diem-diem Eyang Dulna telah mendua, selingkuh ini? Belani
belbohong ama kita Hal?
Itulah yang ada dalam pikiran saya Dul, ehm. Dur.
Durmogati (memanggil) Ajak dengan sopan Eyang Durna kemari.
Baik! Segela laksanakan pelintah!
P e r i n t a h !
Celewet.! (Out Stage)
Sesaat kemudian Resi Durna On Stage bersama Durmogati.
Ajaouw-ajaouw… Lole-lole, lole…ngebong penak rasane, nek gak percoyo nyobo-o dewe.he.he.he….Ini ada apa?!
Bukankah sudah saya berikan strategi berburu dan petunjuk penggunaan panah, sekaligus prospektusnya? Kok masih mengganggu orang yang sedang istirochat lho. Way…? Way do you love me?
Mana hasil buruanmu Harjuna?
(Menatap Resi Durna dengan pandangan marah dan kecewa. Demikia juga saudara-saudaranya yang lain).
Lho…? Kok malah pada melotot.?
Ini ada apa…?, ada apa ini?
Eyang kok tidak paham. Mana hasil buruannya?
Citraksi, tolong ambilkan hasil buruan kita.
Oce..! (Segera mengambil bangkai anjing diletakan dihadapan Resi Durna)
Apa artinya semua ini?! Ini semua artinya apa?! Ayo cepat, beri Eyang penjelasan, aku tidak mengerti…?
Silahkan Eyang Durna melihat bangkai anjing ini, lihat, siapa orang yang berada di dekat patung itu. Dan patung siapakah itu. (geram)
Lha…Ini jelas bangkai anjing berburu kita. Terus patung itu …(Berpikir)
Potlet dili. Masa lupa sama wajah sendili.
Se...se.sekarang, lagi mus. mus. Musium eh, musim kok Durrr… o. o. orang lu.lu. lu.. lulu tototobing esh.. lupa wajah sendiri, apa lalalalagi pepepenjahat eh pejabat!
Memang sudah disamakan kok Cit, antara pejabat dan penjahat, batasannya sangat tipis.
Bahkan saya sendiri sering lupa dengan posisi saya, penjahat apa pejabat.
Habis enak sih…!
Pantesan lupa dengan wajah sendili. Makanya seling belkaca, punya celmin to dilumah?
Ya punya donk!
Punya Lumah?
Ya…Punya, but, rumah dinas.
Lha terus eh telus, lupa gak sampeyan sama benda itu? (menunjuk kepatung)
Ya. itu patungku, diriku, wajahku. Tapi siapakah gerangan yang telah berani lancang menjadikan diriku monoment di tengah hutan belantara ini.
(Tiba-tiba) Selamat datang Eyang Durna.
Terimalah sembah bakti kami kepada Eyang terhomat.
Oh… No…!? Siapakah gerangan engkau wahai anak muda?
Sekedar ikut membantu mengingatkan Eyang Durna.
Dia bernama Ekalaya dari negeri Nisada.
(mengingat-ingat)…Ekalaya… Ekalaya..eh… pakai Bambang?
Benar eyang.
Pakai Susilo?
Tidak eyang, repot dan kepanjangan.
dari… Nisada? Sebentar…? (berpikir)
Eyang Durna tidak usah berpura-pura lupa. Atau Eyang sengaja membohongi kami dengan cara
menyembunyikan seorang murid, diluar putra-putra Pandawa dan Hastina?
Dasal Eyang ini pembohong!. Biasanya olang sepelti Dulna ini kalau sudah jadi penjahat lupa semua janjinya.
Pejabat Dur.
Katanya sama?
Kamu jangan asal bisa ngomong Durmogati. Eyang tidak pernah menerima murid baru selain kalian. Bohong itu! Fitnah itu!
Buktinya dia menyembah patung Eyang dan ilmu memanahnyapun sangat lihai, mungkin melebihi kepandaian kami.
Kalau bukan mulitnya mungkin malah slingkuhannya Eyang Dulna.
Diam kamu Durmogati…! Siapa tadi namamu? (Kepada Ekalaya)
Ekalaya, Eyang.
Ekalaya… rasanya aku pernah kenal dengan nama itu. Apakah Ananda ini pernah datang dan meminta kepadaku untuk mejadi murid dan kutolak?
Benar Eyang.
Namun demikian hamba tetap mengaku, Eyang Durna sebagai guru hamba.
Tetapi aku tidak pernah mengajar dan memberi ilmu kepadamu, mengapa engkau harus mengakui aku sebagai gurumu, dan atas izin siapa engkau berani membuat patungku njenggunuk disitu?
065. Ekalaya
Atas kehendak saya sendiri Eyang. Sebab terdorong oleh keteguhan hati hamba untuk menjadi murid Eyang Durna.
Apakah tidak boleh dan apakah ini salah?
Tidak boleh. Itu salah! Sebab aku ini bukan tipe orang yang gila popularitas, dan pantang buat orang seperti saya untuk dimitoskan, meskipun sudah terlanjur, paham!
Ayo segera hancurkan, aku tidak sudi dibuat patung seperti itu.
Bahannya jelek!
Namun dengan patung Eyang itu, hamba telah berhasil ‘mengagem’ aji seperti yang Eyang miliki. Itu pertanda bahwa dewata telah merestui.
Dan rasanya tidak mungkin hamba dapat berlatih dengan tekun tanpa disaksikan oleh patung Eyang Durna.
Hemm…tapi sebentar. Ketika ananda tadi memanah mulut anjing, bagaimana membidiknya, satu persatu atau sekaligus.
Sekaligus, sepuluh anak panah hamba lepas sejauh dua puluh langkah .
Oh my dog!?, …. Anjingku?!
Sejenak Durna merenung sambil matanya menatap Harjuna dan murid yang lain satu persatu. Resi Durna sadar bahwa Ekalaya telah berhasil menguasai ilmu Danuwenda meskipun hanya berguru pada patungnya.
(Kepada para putra Pandawa dan Hastina). Harjuna, Durmogati, Citraksi dan lainnya, coba dengarkan apa yang hendak eyang katakan.
Baik Eyang…
Ketahuilah oleh kalian semuanya. Hari ini Ekalaya telah membuktikan kesaktianku. Dia yang belajar hanya dengan patungku, telah dapat menguasai ilmu memanah yakni Danurweda seperti yang kalian pelajari. Untuk itu, mulai saat ini Ekalaya akan saya akui sebagai murid, apabila dapat memenuhi syarat yang aku ajukan.
074. Harjuna Dkk.
S e t u j u u u…!
(kepada Palgunadi) Ekalaya, terus terang aku sangat kagum dengan segala keteguhan hatimu. Tetapi setelah menjadi muridku nanti, apakah ananda akan tetap patuh dan setia kepada Eyang?
Apapun persyaratannya, hamba bersedia melaksanakan, asal eyang mengakui hamba sebagai murid dan guru kepada hamba.
(Tegas) Oke!. Potonglah kedua ibu jari tanganmu, jika benar-benar ingin menjadi murid Resi Durna.
Baiklah Eyang hamba laksanakan.
Tanpa pikir panjang Ekalaya segera mengambil pisau yang berada dipinggang untuk memotong kedua ibu jarinya. kilat menyambar tiba-tiba, Dan kemudian kedua potongan ibu jari itu segera diserahkan kepada Resi Durna sebagai tanda kesetian kepada gurunya. semua yang menyaksikan terperanjat dan kaget bukan kepalang.
Ajouw-ajouw…. Lole-lole, lole dumbo.
Benar-benar ananda Ekalaya ini seorang yang patuh tapi bodoh dan tolol.
Muridku tidak ada yang dungu seperti Ananda ini. He.he.he. Sekarang…
Ketahuilah, bahwa ibu jari itu sebagai penebus dosa atas kelancanganmu karena telah berani mengaku diriku sebagai gurumu. He.he.he. lole-lole, lol ngendi meneh iki? Sekarang Ananda Ekalaya telah menjadi muridku yang paling bodoh dan tak berguna. Kepandaianmu telah punah, karena ibu jari tanganmu telah kamu potong. He.he.he.
Mana bisa orang membidikan panah dengan sempurna tanpa bantuan ibu jari? He.? Apakah itu tak terpikirkan olehmu Ekalaya?
Dasar bodoh, Stupid boy!
Baiklah Eyang, semua saya terima dengan rela hati nasib saya ini… Namun Eyangpun jangan lupa dan ingkar janji, mulai saat ini eyang telah menjadi guruku dan Hamba menjadi muridmu.
Terserah kepadamu Ekalaya, tapi tak secuilpun akan aku berikan pelajaran untukmu. Nah sekarang pulanglah kenegaramu.
Terimakasih Eyang, Selamat tinggal.
HUTAN BELANTARA
Perjalanan Dewi Anggraeni menuju negeri Hastina, ditengah hutan dihadang dan dirampok oleh segerombolan raksasa. (Adegan Perang) Karena seluruh prajurit pengawal Dewi Anggraeni kelah dan mati melawan para raksasa, maka Dewi Anggraeni berlari mencari pertolongan. Dalam pelariannya Dewi Anggraeni melihat Harjuna yang sedang bertapa, Anggareni segera minta pertolongan kepadanya.
Oh… Satria, tolonglah , hamba dikejar, diburu dan akan dibunuh oleh segerombolan raksasa.. oh… seluruh harta dan perbekalan kami dirampok, seluruh prajurit hamba telah pula dibunuhnya,… tolonglah hamba Tuan.
Bukankah anda tahu apa yang sedang saya lakukan disini?!
Kalau tidak salah hamba melihat anda sedang melakukan semadi…?
Tapi…. Sudilah kiranya anda memaafkan hamba yang telah mengganggu semadi anda karena hamba sangat ketakutan sehingga hamba lupa diri.
Apakah anda sadar bahwa perbuatan anda telah membatalkan semadi saya? Menolong itu soal mudah, tapi karena anda telah membatalkan semadi saya, maka anda harus membayar kerugian dengan …..
Seketika terdengar langkah kaki dan teriakan para raksasa yang menuju ke tempat Anggraeni dan Harjuna berada. Dengan spontan naluri seorang wanita yang ketakutan, Anggraeni memeluk erat tubuh Harjuna sambil minta tolong.
Dengan apapun akan hamba bayar asal Tuan mau menolong …( ketakutan)
Oh..! mereka sudah datang…tolonglah hamba Tuan…!
Saya akan menolong anda, namun berjanjilah dahulu kepada saya bahwa…
Cepat katakanlah satria…
Anda bersedia memenuhi permintaan saya apabila seluruh raksasa itu telah saya binasakan.
(Tanpa pikir panjang) Tentu saja Satria…saya berjanji.
093. Anggraeni
Oh..! Tuan, bagaimana kita nanti. Lihatlah seluruh hutan ikut terbakar!
Jangan takut. Nanti segera akan saya padamkan setelah mahluk-mahluk jahat ini kulenyapkan dari muka bumi.
(Nampak heran bercampur kagum) … Oh…! (kemudian..). Maaf Tuan,
Apakah tuan seorang satria dari Indraprasta yang bernama Raden Harjuna itu?
Tidak salah. Dan siapakah anda, mengapa berada didalam rimba belantara seorang diri.
Nama hamba Anggraeni istri Prabu Ekalaya dari negeri Nisada.
(Terkejut) Oh…! Emh… Siapapun anda janji adalah janji. Anda harus menepati janji yang telah anda ucapkan tadi.
Janji?! Hamba tidak pernah merasa pernah berjanji kepada Tuan. Dan janji apakah yang Tuan maksud? Hamba tidak mengerti.
Bukankah anda akan memenuhi segala permintaan saya setelah saya menolong anda?
Bukankah sudah hamba katakan pula dari tadi, bahwa hamba telah dirampok oleh para raksasa itu, dan sekarang hamba tak punya lagi harta secuilpun kecuali baju yang hamba kenakan ini. Apakah tuan akan tega pula memintanya?
Bukan harta yang saya minta, melainkan diri anda untuk saya sunting menjadi istri saya.
(Terkejut) Oh Dewata yang agung. Seperti inikah tabiat murid kesayangan Resi Durna yang dikagumi oleh suami hamba? Benar-benar hamba tak menyangka sedikitpun, satria Pandawa yang termasyur mempunyai itikad yang tidak senonoh. Bukankah tuan tahu saya ini wanita yang telah bersuami?!
Justru itulah, dan saya tidak perduli, bukan Harjuna kalau bertemu wanita
tidak jatuh cinta, apalagi wanita secantik anda. Ha.ha.ha…
Dasar don juan! Playboy cap apa ini?! Tahukah tuan, apa sebabnya hamba berada di hutan ini? Hamba mengemban tugas dari suami hamba Prabu Ekalaya, untuk mengunjungi Resi Durna sebagai gurunya, dan menghantarkan bingkisan-bingkisan yang telah dirampok oleh raksasa tadi.!
Lam-lam perjiwatan boyo mirah boyo inten…. Wanita cantik kemana kamu akan lari wong ayu…
(Terhenyak kaget!) A n g g r a e n i..i..i…!!!
Harjuna! Engkau yang menjadi kekasih para Dewa, mengapa tega berbuat seburuk ini?! Tanpa kau sadari, perbuatanmu ini telah menghina martabat keluarga kami. Kami tak akan tinggal diam atas penghinaan ini dan tunggu pembalasan kami!
KERAJAAN INDRAPRASTA
Demikianlah yang telah terjadi pada diri hamba kakanda Prabu. Hamba mohon ampun kakanda
Prabu, hamba telah kilaf berbuat dosa.
Edan kamu Harjuna! Kamu telah berbuat dosa yang sangat besar dan memalukan kakak-kakakmu! Mengapa tidak kamu benturkan saja kepalamu itu ke dalam jurang!?
Sabar adik Bima. Dinda Harjuna telah mengakui segala dosanya. Tidak perlu kita marahi dan kita salahkan sedemikian rupa, sehingga nantinya akan dapat menimbulkan keretakan diantara saudara sendiri.
Dalam persoalan ini yang bertanggung jawab hanya dinda Harjuna sendiri. Jangan melibatkan saudara-saudara Pandawa yang lain. Kakanda mempunyai firasat, bahwa Prabu Ekalaya atau si Palgunadi pasti akan datang kemari untuk menuntut balas atas kejadian itu.
Belum selesai pembicaraan di dalam keluarga Pandawa itu, tiba-tiba datang seorang Prajurit menghantyarkan
(Dari kejauhan). Ampun Gusti… hamba mohon ampun seampun-ampunnya.
Ampun beribu ampun Gusti. Hamba datang tak diundang dan pergi tak di antar.
Hamba datang bukan untuk menghadiri pesta kecil ini, tetapi hamba datang untuk menghantarkan
Jangan banyak bicara, lekas bawa kemari
Hamba Gusti.
Silahkan di baca adik Bima.
(Dengan tersipu malu) Enggaklah… kanda saja.
O… Begitu. Baiklah.
Terhunjuk kepada kanda Prabu Yudistira…
Oh… untuk saya to?
Apa mau dinda baca sendiri?
O… tidak, saya cukup mendengarkan saja, silahkan kanda untuk meneruskan membacanya.
Baik. Kalau begitu saya teruskan membaca.
“ Terhunjuk Kanda Prabu Yudistira yang Agung dan bijaksana.
Assalamu’alikum wr.wb.
Wa’alaikum salam Wr.Wb.
(setelah melirik sebentar kepada Yudistira)….
“Hamba Prabu Ekalaya dari negeri Nisada. Saat ini kami sedang berkemah di perbatasan Indraprastan dengan hutan Kamiaka… Hamba mohon keadilan atas perlakuan Harjuna terhadap istri hamba dirimba Kamiaka… kita bersama sebagai murid Resi Durna. Dengan demikian penghinaan itu harus dibayar dengan secara ksatria. Hamba tidak ingin melibatkan orang lain yang tidak berdosa….sekian. Hormat Hamba, Ekalaya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.”
Aku sangat setuju dengan isi
Baiklah kakanda semua. Hambapun sudah rela mati untuk menebus segala dosa yang telah hamba perbuat.
128. Yudistira
Dinda Harjuna kamu pergi keperbatasan bukan untuk menghadiahkan nyawa kepada Ekalaya, tetapi lawanlah dia dengan segala kemampuanmu.
Harjuna akupun tak rela jika kamu mati oleh tangan Ekalaya. Pesanku padamu hanya satu kata = Lawan! (sambil mengepalkan tangan keatas)
Baiklah kakanda semua, hamba mohon diri. (Pause) Siap atau tidak, akan kulawan!
Adik Yudistira dan adik Bima. Jangan tegakan kepergian Dinda Harjuna untuk bertarung melawan Ekalaya, Mari kita pergi untuk mengamati dari kejauhan.
Baiklah Kanda
Baiklah kanda.
Penggabaran adegan perang tanding antara Harjuna melawan Ekalaya dengan adu kesaktian. Pertandingan itu dimenangan oleh Ekalaya.
Sri Kresna yang sejak tadi mengawasi pertandingan itu dari jarak jauh, segera turun mendekati mayat Harjuna yang menggelepar ditanah karena pukulan sakti ‘Ampal !’ dari Ekalaya.
Sambil mengangkat mayat Harjuna Sri Kresna berkata kepada Ekalaya…
Adik Prabu Nisada, Harjuna telah mati untuk menebus dosa yang telah ia perbuat. Saya harap Adik
Prabu puas, dan tak ada lagi dendam diantara adik prabu dengan para keluarga pandawa.
Demikian adanya Kanda Parabu Sri Bathara Kresna. Selanjutnya hamba mohon pamit untuk kembali ke perkemahan.
Silahkan Adik Prabu, dan kandapun segera akan membawa mayat Harjuna ini kepada saudara-saudara Pandawa lainnya.
Selamat jalan Adik Prabu Nisada.
Selamat tinggal Kanda Prabu.
Keduanya segera berpisah dan stage nampak kosong, sepi, sunyi, lenggang. Ini merupakan simbol kedukaan atas kematian arjuna. Lampu panggung semakin enggan dengan sinarnya, redup… semakin redup dan kemudian mati.
Sesaat kemudian…Zlaaap…! Lampu Fokus kepatung Durna
Hai Durna siro wong apa… ( Hai Durna kamu ini manusia macam apa
Guru cidro kebak janji Penuh janji yang tak pernah ditepati
Pendeta rawanuh krama Pendeta tak tahu tata krama
Gawe duko awak mami Membuat marah diriku
Ginugu sakehing siswa Ditiru dan dicontoh banyak murid
Seneng dora lan ngapusi Suka bohong dan menipu
Sun rewangi nganglang praja Aku jauh dari negri sebrang
Janjimu mung tekan lathi Janjimu hanya dibibir saja)
Rasakanlah berhala tua! Hancurlah segala kemunafikanmu, kesombonganmu dan segala kelicikanmu! Hyaaat…!
Telah kubayar dengan darah dan tubuhku, seberapa banyak ilmu yang kau berikan padaku…? Kini kukembalikan kepadamu… hyaaat…!
Setiap selesai bicara Pedangnya disabetkan pada patung Durna hingga hancur berkeping-keping dan lampu panggung semakin meredup …
Sebelum penghancuran patung seaesai lampu panggung black out
Panggung menjadi terang benderang. Disana nampak Mayat Harjuna yang membujur kaku dikerumuni saudara-saudaranya : Bima, Punatadewa, Nakula, Sadewa dan Sri Kresna.
140. Bima
Hemmmm… Kita harus menuntut balas atas kematian Harjuna! Akan aku ratakan dengan tanah negara Nisada! Akan kujuwing-juwing tubuh Ekalaya!
Lho.lho.lho… Sabar dulu adik Bima. Jangan memperpanjang persoalan yang Pendek eh, sudah selesai…
Selesai bagaimana?! Harjuna tewas di tangan Ekalaya. Sedangkan Ekalaya masih hidup. Apakah ini namanya sudah selesai?! Urusannya akan selesai jika i Ekalaya sudah mati di ujung kuku Pancanaka ini.!
Apakah kanda Prabu Kresna tidak sayang kepada Harjuna, sehingga menganggap persoalan ini telah selesai? Dan apakah kanda Prabu lupa bahwa Perang Besar Bharatyuda belum terjadi. Dan apa yang akan terjadi bila perang Bharata Yuda dimulai, Pandawa tidak lagi berjumlah
Ha.ha.ha…., Jangan salah sangka Adik-adikku semua. Aku jelas sangat sayang kepada dinda Harjuna. Tetapi hatiku juga sangat kecewa dengan perbuatan tercela yang telah ia lakukan di hutan Kamiaka itu. Dan soal BharataYuda itu tanggung jawab saya sebagai calon botoh dari para Pandawa. Jadi jangan kawatir, dalam Perang Bharata Yuda nanti, menang atau kalah Pandawa harus tetap berjumlah
Lalu dari mana Pandawa tetap berjumlah
Sejenak suasana menjadi sepi. Berikutnya…
Adik-adikku para pandawa, apakah kalian lupa dengan pusaka yang dimiliki oleh Sri Bathara Kresna?
Ampun beribu ampun pikulun, maafkan kami yang bodoh ini.
Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Sekarang kanda mohon agar semuanya meninggalkan tempat ini, dan biarkan kanda berdua dengan jenazah adik Harjuna.
Ha.ha.ha.. Inilah Raja Dwarawati yang Agung dan bijaksana, titisan Batara Wisnu, penasehat putra-putra Pandawa. Satria –satria unggulan para Dewa.
(terperanjat kaget) … Siapakah gerangan dirimu yang telah berani lancang mengganggu pekerjaan orang.
O.o.o… Jadi inikah pekerjaan seorang Raja Agung yang termasyur di seluruh jagad. Menghidupkan mayat orang mati karena dosa yang telah diperbuat.?
Kisanak. Saya mohon agar kisanak sudi memperkenalkan diri agar tidak terjadi
salah paham.
Jika dianggap perlu. Perkenalkan saya Dewi Ipri, Ibu dari Anggraeni. perempuan yang hampir menemui ajalnya jatuh masuk kedalam jurang karena mempertahankan kehormatannya sebagai wanita.
Lalu maksud dari kedatangan kisanak kemari?
Sekedar akan mengingatkan saja kepada Sri Bathara Kresna yang tak lain adalah juga seorang titisan Dewa. Apakah pantas jika seorang ksatria yang mati karena dosa yang diperbuatnya dibela dan dihidupkan kembali?
Apakah setelah hidup nanti tidak akan mengulagi perbuatannya yang sama?
Siapa yang tidak tahu kalau Sri Bathara Kresna adalah seorang Raja yang sakti mandraguna?
Dengan segala pusakanya kaca paesan, senjata cakra, dan Kembang Cangkok Wijaya Kusuma, yang mampu untuk menghidupkan mahluk yang sudah mati seperti Si Harjuna ini? Tetapi, apa ya pantas dengan apa yang diperbuatnya ini?
Perlu Kisanak ketahui, bahwa segala apa yang saya lakukan ini semata adalah merupakan kewajibanku sebagai pelindung dan penasehat para Pandawa. Dan apa yang saya lakukan adalah atas kehendak para Dewa, jadi bukan atas pribadi Sri Kresna.
Apapun yang menjadi alasannya. Semua yang anda lakukan itu tidak mencerminkan sebagai perbuatan seorang ksatria. Lha kalau penasehatnya saja berbuat curang, apalagi yang dinasehati. Ha.ha.ha.
Apakah demikian cara anda mendidik para putra-putra Pandawa saudara Kresna?
Saya benar-benar tidak mengira, ternyata Negeri yang termasyur ini, dari Guru, Pendeta, sampai Rajanya suka berbuat licik dan tercela. Lalu apa bedanya Pendeta Durna yang suka bohong dan penipu dengan Sri Bathara Kresna?
Saya tak dapat membayangakan atas nasib negeri anda dikelak kemudian hari jika Negeri yang subur makmur gemahripah loh jinawi ini dikelola oleh generasi pembohong, licik, curang dan suka berbuat nista seperti yang sedang anda lakukan ini.
Dewi Peri. Apapun yang bakal terjadi terhadap negeri kami itu urusan rumah tangga negeri kami. Jadi maaf jangan ikut mencampuri urusan negri kami.
Sebenarnya pantang bagi saya untuk mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Tetapi karena warga negeri anda telah mengganggu ketentraman rumah tangga anak saya Anggraeni dan Palgunadi, terpaksa saya ikut campur urusan ini.
Apakah yang saya lakukan ini salah membela anaknya sendiri?
Sedangkan anda sendiri juga membela yang malah bukan anak anda?
Pantaskah apa yang anda lakukan saat ini, menghidupkan mayat Harjuna?
Pantaskah anda sebagai Raja Gung Binathara melakukan perbuatan semacam ini?
Lalu apa yang kisanak kehendaki?
Demi kebenaran dan demi keadilan. Harjuna akan tetap mati atau akan hidup adalah hak dari Sri Bathara Kresna Yang Agung dan Bijaksana, sebagai titisan Dewa seperti hal-nya saya.
Setelah selesai bicara demikian Dewi Peri Tiba-tiba hilang dari pandangan zlapst…
Dewi Periiiiiiiii…! Kita belum selesai bicara!
Sesaat kemudian Sri Kresna jatuh tertunduk lemas. Lampu panggung terang benderang kemudian terdengar suara halilintar yang memekakan telinga.
Musik Penutup
End
01.57 wib, 5 Januari 2006
Untuk 3 putriku:
Gilang Nur Gemilang,- Gintang Win Gemintang,- Gilary Fin Gemilar
Mbandung Suwuk, Ngaglik Pendowoharjo, Sewon Mbantul, DIY


0 Responses "Naskah Drama: Si Bambang Ekalaya"
Posting Komentar